Tiga Faktor Utama Penyebab Rendahnya Serapan Anggaran Daerah

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Minggu, 30 Agu 2015 07:47 WIB
Tiga aspek tersebut adalah DPRD, kepala daerah dan birokrasi.
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono meninjau proyek sodetan Ciliwung, Jakarta, Rabu (18/2). (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa aspek disebut memiliki andil terhadap rendahnya penyerapan anggaran di daerah-daerah di Indonesia. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengatakan, ada tiga aspek yang menurutnya berandil pada serapan anggaran tersebut.

"Secara umum jika mau disebutkan ada tiga, yaitu DPRD, kepala daerah dan birokrasi. Itu yang menjadi faktor utama," kata Robert saat ditemui di Jakarta, kemarin. (Lihat Juga: FOKUS Kebut Belanja APBN Tanpa Bocor)

Meski menyebut tiga aspek tersebut sebagai faktor utama rendahnya penyerapan anggaran daerah, Robert mengingatkan bahwa apa yang terjadi di daerah akan berhubungan dengan apa yang dilakukan di pemerintah pusat. (Baca Juga: Penyerapan Anggaran Dipaksakan, Kualitas Belanja Diragukan)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di pusat, kata Robert, perencanaan, tahun fiskal, dana transfer, hingga monitoring yang dilakukan tim pengaman dan pengawal pemerintah dan pembangunan daerah (TP4D) dicanangkan dan dirancang.

Namun begitu, Robert mengingatkan bahwa faktor-faktor tersebut tak bisa dipukul rata. Jika isu yang digulirkan adalah tentang politik maka yang patut dicurigai adalah pihak kepala daerah dan DPRD.

"Bisa juga isunya dari birokrasi ataupun di luar birokrasi, contohnya pihak ketiga yang menjalankan proyek tapi tak cekatan perihal izinnya," katanya.

Sementara itu, Robert juga meminta daerah untuk tidak menjadikan permintaan Presiden Jokowi atas diskresi sebagai justifikasi atau mencari-cari alasan. Baginya, tidak semua daerah yang melakukan terobosan akhirnya dipidana.

"Jangan sampai pemerintah daerah malah bersikap manja. Saya takut momentum ini malah mendorong para penyerap anggaran meminta perlindungan," kata Robert saat ditemui di kawasan Menteng, Sabtu (29/8).

Robert beranggapan, perkataan Jokowi tersebut harus diartikan bahwa perlindungan yang diberikan adalah untuk memberi ketegasan mana masalah administrasi dan mana masalah pidana.

Semua pihak yang bersentuhan dengan penyerapan anggaran daerah, kata Robert, harus selektif dalam melihat semua faktor apakah masalah-masalah serius itu memang benar terjadi atau hamya dicari-cari agar bisa menyerap anggaran.

"Di daerah bisa digunakan untuk berlindung di balik situasi. Namun tetap tidak ada proteksi terhadap yang melakukan korupsi," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan ketakutan pemerintah daerah dalam administrasi dan teknis penggunaan anggaran, menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran.

"Selama ini Pemda ketakutan untuk menyerap anggaran karena soal administrasi, soal teknis yang belum tentu ada niat jahat mengambil uang, tapi bisa dipidana," kata Yasonna, di Kompleks Parlemen, Selasa (25/8) lalu.

Yasonna menyebutkan diperlukannya standar operasional prosedur (SOP) untuk menghindari dipidanakannya pemerintah daerah berkaitan dengan penggunaan anggaran, sebelum ada audit dan temuan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER