Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan penanganan perkara dugaan korupsi atas pengadaan mobile crane di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II akan tetap dilakukan sekalipun Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri tak lagi dijabat Komisaris Jenderal Budi Waseso.
"Kalau sudah menyangkut penyidikan, pasti diteruskan. Tidak akan dihentikan," ucap Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/9).
Secara terpisah, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Masinton Pasaribu berpendapat rencana pencopotan Budi Waseso berkaitan dengan aksi-aksi agresif sang Kabareskrim dalam membongkar skandal korupsi di beberapa perusahaan milik negara. (Baca:
Lingkaran Badai Budi Waseso)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Itu mempertontonkan kepada publik adanya kekuatan besar yang mengintervensi penegakan hukum dalam tubuh BUMN," kata Masinton.
Namun hal itu pun dibantah Budi Waseso. Ia mengaku tidak pernah mendapat intervensi dalam mengusut perkara-perkara yang menyangkut berbagai Badan Usaha Milik Negara.
Saat ini Bareskrim Polri masih mendalami perkara Pelindo II. Tim penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, namun belum ada penetapan tersangka. Sementara Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Victor Simanjuntak mengatakan jajarannya akan memeriksa Direktur Eksekutif Pelindo II RJ Lino setelah memeriksa sejumlah saksi dan dokumen hasil sitaan saat penggeledahan.
Penyidik Bareskrim menggeledah kantor PT Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (28/8). Penggeledahan dilakukan terkait dugaan korupsi pengadaan mobile crane pada tahun 2013.
Sebanyak 10 mobile crane yang diadakan perusahaan tersebut pada 2013 semestinya dikirimkan ke delapan pelabuhan. Namun penyidik menemukan hingga tahun ini barang-barang tersebut belum dikirimkan.
Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Arief Poyuono mengatakan laporan dugaan korupsi mobile crane berjumlah sekitar US$4,5 juta atau sekitar Rp63,5 miliar.
Selain Pelindo, perkara korupsi lain yang ditangani Bareskrim ialah terkait penyelewengan di Pertamina Foundation. Penyidik Bareskrim telah menggeledah kantor Pertamina Foundation yang terletak di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
Penyidik menduga Pertamina menyelewengkan dana
corporate social responsibility (CSR) perseroan yang ditaksir merugikan negara hingga Rp126 miliar.
Pun dugaan penyelewengan itu sendiri menyeret nama mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation, Nina Pramono, yang semula merupakan salah satu calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun Nina tak lolos tes wawancara Panitia Seleksi pimpinan KPK.
Dana CSR Pertamina mestinya digunakan untuk program gerakan menabung pohon, sekolah sobat bumi, serta sekolah sepak bola Pertamina. Dalam program tersebut, banyak relawan yang ikut berpartisipasi dengan menabung puluhan juta pohon.
Dari catatan awal Bareskrim, Nina diduga telah memalsukan jumlah relawan yang terlibat dalam program-program tersebut.
Akan tetapi meski telah menggeledah salah satu kantor dari yayasan Pertamina itu, Bareskrim belum berencana memeriksa istri dari Hardy Pramono itu. Hardy merupakan Presiden Direktur Total E&P Indonesie, perusahaan minyak dan gas bumi asal Perancis.
(agk)