Rinaldy Sofwan
Rinaldy Sofwan
Rinaldy adalah asisten redaktur di CNN Indonesia. Berpengalaman meliput isu politik, kesejahteraan dan hukum sejak 2014, kini penulis yang akrab disapa Al bertugas di desk internasional.

Catatan 8 Bulan Budi Waseso Pimpin Bareskrim Polri

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Jumat, 04 Sep 2015 12:29 WIB
Saya sempat menilai Budi Waseso penakut karena tak berani menghadapi sorotan kamera padahal ucapan dan tindakannya kerap memunculkan kontroversi.
Kabareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso saat menghadiri Upacara kenaikan pangkat di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jakarta. Kamis, 3 September 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Komisaris Jenderal Budi Waseso semula mencuat sebagai salah satu kandidat pengisi posisi Kepala Polri yang ditinggalkan Jenderal Sutarman. Meski demikian, saya belum terlalu mengenal sosok jenderal bintang tiga itu.

Sebagai jurnalis yang bertugas di Markas Besar Polri, saya sudah tidak sabar untuk melontarkan sejuta pertanyaan kepada pria berusia 55 tahun yang belum lama menggantikan Komisaris Jenderal Suhardi Alius sebagai Kepala Bareskrim. Terlebih karena, sepekan setelah Budi dilantik, pada 23 Januari, anak buahnya menangkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto atas tuduhan pemberian kesaksian palsu di bawah sumpah.

Belum lagi, sosok Budi disebut-sebut dekat dengan Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang lebih dulu ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan gratifikasi. Aksi Budi memerintahkan penyidik menangkap Bambang seolah jadi tindakan balas dendam Polri terhadap komisi anti korupsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kesempatan untuk menemui Budi baru terbuka pada awal Februari, ketika Komisi Kepolisian Nasional menyambangi Mabes Polri, Jakarta, untuk mewawancarai sejumlah perwira tinggi yang dipertimbangkan menggantikan Sutarman. Usai wawancara, bos reserse itu berhasil mengecoh wartawan dan keluar dari Gedung Badan Pemelihara Keamanan secara diam-diam.

Terlambat menyadari, saya segera berlari mengejar Budi yang berjalan cepat menembus hujan, meninggalkan kerumunan wartawan. Namun setelah berhasil mendekat, sialnya, salah satu ajudan berhenti dan menghalangi. "Sudah, jangan memaksa," kata dia.

Penakut, saya pikir. Dengan tindakan yang kerap memunculkan kontroversi, dia tidak berani menghadapi sorotan masyarakat. Namun kesan itu berubah ketika pada akhirnya saya berhasil mewawancarai dia, beberapa waktu kemudian.

Kontroversi

Salah satu pertanyaan yang saya simpan adalah soal kontroversi lain seputar sang jenderal bintang tiga. Budi pernah dilaporkan atas tuduhan pemalsuan surat mutasi kala menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal Polri tiga tahun silam. Penerbitan surat mutasi itu terkait tudingan suap terhadap Jenmard Mangloui Simatupang saat menjabat Wakil Kepala Polda Sulawesi Utara.

Budi menjawab pertanyaan itu tanpa menunjukan rasa gentar. Tangannya dilipat di dada. Sementara matanya yang agak merah terus memelototi saya, penuh percaya diri. Dia juga sesekali tersenyum menanggapi pertanyaan soal permasalahan yang bisa saja menjatuhkan reputasinya itu.

"Saya sudah clear," kata Budi. "Kalau belum clear saya tidak akan berada di sini sekarang, naik bintang tiga," ujarnya diikuti senyum lebar.

Ditanyai soal kontroversi kasus para pimpinan KPK pun, Budi semakin berani. Dari hari ke hari, dia sama sekali tidak pernah menghindari pertanyaan wartawan. Malah dari pandangannya, saya merasa dia menantang wartawan untuk mengajukan pertanyaan.

Dari waktu ke waktu, Budi kerap melontarkan pernyataan yang mengundang kontroversi. Misalnya, pernyataan Buya Ahmad Syafii Maarif soal penetapan dua pimpinan Komisi Yudisial sebagai tersangka yang mendapat respons keras dari Budi.

“Apa kapasitas beliau? Tak perlulah berkomentar dan mencampuri penegakan hukum jika tidak mengerti penegakan hukum itu sendiri," kata Budi, Juli lalu.   Kontroversi demi kontroversi yang diucapkan Budi dibalas dengan penerbitan petisi agar dia dicopot dari jabatan Kabareskrim. Petisi pencopotan yang juga didukung Syafii Maarif tersebut telah didukung sebanyak 19.366 orang.

Namun penolakan publik tak menghentikan langkah Budi. Budi bergeming ketika dihadang dalam penetapan tersangka Bambang dan Ketua KPK nonaktif Abraham Samad disusul oleh pengusutan kembali kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan penyidik komisi anti rasuah, Novel Baswedan. Proses hukum tidak dihentikan meski masyarakat dan pegiat anti korupsi melabelinya dengan 'kriminalisasi'.

Penetapan Tersangka

Tak berhenti di situ, kasus-kasus korupsi besar mulai diusut oleh polisi, seolah menunjukan tekad persaingan dengan KPK. Sebut saja dugaan korupsi pada proses jual beli kondensat bagian negara yang menyeret institusi sekaliber BP Migas. Penggeledahan terkait korupsi yang diduga merugikan negara sampai triliunan rupiah itu menarik sorotan cukup besar, Mei lalu.

Belum lagi tokoh-tokoh besar yang terpaksa bolak-balik Kantor Bareskrim lantaran diduga terlibat korupsi. Di antaranya adalah bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang sudah jadi tersangka dugaan korupsi Payment Gateway dan bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan yang tersangkut dua kasus dugaan korupsi berbeda.

Ada juga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang belakangan dipanggil sebagai saksi kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) pada Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Berbagai kantor berita mulai melabelinya dengan julukan, mulai dari Buwas--singkatan Budi Waseso yang juga pelesetan dari kata 'buas'--hingga si langkah kuda atau sang buldoser. Julukan itu bukan tanpa sebab. Secara pribadi, saya merasakan ada perbedaan kinerja yang signifikan di tubuh Bareskrim jika dibanding masa kepemimpinan Suhardi Alius.

"Kepala Bareskrim cuma satu orang. Ini semangat semua penyidik. Kalau saya semangat, penyidik tidak, bisa apa? Jadi membangun semangat itu dan komitmen yang penting," kata Budi saat ditanyai soal motivasi memberantas korupsi.

Belum ke Meja Hijau

Walau demikian, delapan bulan Budi menjabat, saya punya catatan penting: belum ada satu pun kasus besar yang dia tangani dibawa ke meja hijau. Kasus Bambang yang sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum alias P21 tak kunjung dilanjutkan ke tahap penuntutan.

Baru satu kasus yang berkasnya belakangan dinyatakan lengkap dan akan segera disidang, yakni dugaan korupsi pengadaan UPS dengan tersangka Alex Usman.   Walau begitu, Budi mengaku tidak mengalami kesulitan dalam penyidikan. Menurutnya, semua kasus memang harus melalui proses yang tidak sebentar.

"Sekarang kalau soal pengembalian berkas itu memang sistemnya begitu. Artinya dikontrol pekerjaan kami, ada yang harus disempurnakan lagi," kata Budi.   Dia mengatakan, semua kasus pasti ditangani secara serius. Penegakan hukum adalah tanggung jawab dia sebagai Kabareskrim

Dimutasi ke BNN

Namun belum sempat menyelesaikan pekerjaan rumahnya, Budi kini dicopot dan dimutasi menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional. Budi bertukar jabatan dengan Komisaris Jenderal Anang Iskandar yang didapuk menggantikan dirinya sebagai Kabareskrim.

Sebelum Budi resmi dicopot, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemberantasan korupsi mesti dilakukan tanpa membuat gaduh. Luhut juga pernah mengingatkan Polri untuk tidak sembarangan dan lebih berhati-hati menetapkan seseorang menjadi tersangka kasus ekonomi.

Kegaduhan memang terjadi setelah Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II RJ Lino mengadu kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil di muka publik. Peristiwa itu sampai ke telinga Istana dan dikaitkan dengan isu pencopotan Budi.

Mutasi Budi dari Kabareskrim memang disambut baik sejumlah pihak. Pencopotan mantan Kepala Polda Gorontalo itu dari jabatan strategis disebut sebagai akhir dari era ‘kriminalisasi’. Dengan segala kontroversi selama Budi menjabat sebagai orang nomor satu di Bareskrim, pendapat itu menurut saya sah-sah saja meski kepentingan politik juga membayangi jabatan yang diemban Budi.

Atas sejumlah proses penyidikan yang tengah berlangsung di Bareskrim Polri, saya melihat ada geliat perbaikan kinerja dan semangat para penyidik di bawah kepemimpinan Budi. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak, salah satu ujung tombak Budi dalam mengungkap kasus korupsi besar, mengancam mengundurkan diri jika atasannya dicopot.

Victor menilai ada intervensi pihak luar yang menghendaki Budi ditarik dari jabatan. Intervensi yang muncul tidak terlepas dari penanganan kasus yang belakangan dilakukan tim penyidik Bareskrim. "Kalau Pak Buwas benar dicopot, seluruh penyidik Polri mentalnya bisa terganggu," kata Victor.

Di luar pernyataan dan tindakan Budi yang memancing kontroversi, saya melihat ada hal positif dari kepemimpinan Budi. Namun keputusan pimpinan Polri kini sudah bulat, Budi resmi meninggalkan kursi yang dia duduki selama delapan bulan. Semoga kepentingan politik dan keuntungan pihak tertentu tidak membayangi keputusan ini.
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER