Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), yang segera purna tugas, Komjen Anang Iskandar mengkritik penerusnya, Komjen Budi Waseso, yang berencana menghapuskan konsep rehabilitasi untuk para penyalahguna narkotika.
Menurut Anang, cara penanganan tersebut telah termaktub dalam undang-undang dan harus dijalankan.
"Mungkin (Budi Waseso) tidak paham. Undang-undang Narkotika ini khusus dan mengesampingkan undang-undang umum seperti KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)," kata Anang saat diskusi bertajuk 'Penegakan Hukum Tanpa Kegaduhan', di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aturan tersebut juga merupakan amanat dari konvensi internasional yang sudah diadopsi oleh Indonesia. Menurutnya, penyalahgunaan harus dicegah, dilindungi dan dijamin rehabilitasinya.
"Saya memfasilitasi ini diimplementasikan, karena kalau tidak dampaknya bisa luar biasa," ujarnya.
Apabila seorang pengguna narkotika dibui dan tidak diobati justru negara akan merugi. Jika tak direhabilitasi, si pengguna, kata Anang, tak dapat berhenti mengonsumi dan tergantung dengan narkotika yang disebarluaskan para pengedar.
Selama ini, menurutnya, banyak salah kaprah dalam penerapan pasal penyalahgunaan narkotika. Seorang penyalahguna justru disamakan dengan pengedar alih-alih pemakai. Alhasil mereka dijebloskan ke bui dan tak direhabilitasi.
"Dulu saya pernah salah. Waktu di Polrestabes Surabaya, semua dimasukkan ke penjara dan ngaku gagah kalau sudah masukkan orang ke penjara. Begitu di pencegahan BNN, saya merasa salah, nangis, penyalahguna dimasukkan ke penjara, harusnya direhabilitasi," katanya.
Penyalahguna Sama Dengan KorbanMenurut Anang, penyalahguna adalah pelaku kriminal sekaligus korban. Korban karena menjadi bagian yang paling dirugikan dari mata rantai peredaran narkotika.
"Korban harus diselamatkan. Kita pisahkan bandar narkoba dengan bandar narkoba lainnya. Kalau penyalahguna direhab, bandar nangis meratap-atap. Kalau penyelahguna dipenjara, bandar tertawa-tawa," katanya.
Kemarin, Budi Waseso yang hingga kini masih menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri justru berencana mengubah undang-undang dan menghapuskan rehabilitasi. Alasannya, banyak pengedar yang dapat berlindung dengan payung hukum pemakai narkotika.
Selain itu, Budi menilai narkotika dapat merusak generasi bangsa dan merugikan negara dua kali lipat lantaran harus membayar biaya rehabilitasi.
Merujuk data Kementerian Sosial tahun 2014, jumlah panti rehabilitasi yang berada di bawah naungan kementerian tersebut ada 105 panti. Dua di antaranya dikelola langsung oleh pemerintah pusat. Sementara lima panti dikelola oleh pemerintah daerah. Sebanyak 98 lainnya dimiliki dan dikelola langsung oleh masyarakat. Dari seluruh panti, kapasitas klien adalah sebanyak 1.725 orang.
Sementara itu, BNN memiliki empat rehabilitasi yang tersebar di beberapa wilayah yakni Panti Lido Sukabumi, Makassar, Samarinda dan Batam. Total kapasitas panti mencapai 1.000 orang.
(meg)