Jakarta, CNN Indonesia -- Panggilan Buwas melekat pada sosok Komisaris Jenderal Budi Waseso pada awal 2015. Akronim itu muncul di kalangan media ketika dirinya ikut ramai dalam polemik Polri dan KPK.
Namun Budi Waseso tak ambil pusing. Meski ia tahu arah konotasi itu cukup berdampak negatif bagi dirinya. Menurutnya, ia tak buas. Ia hanya mencoba serius menjalankan tugas, meski ia juga sadar sempat terdapat beberapa kelompok yang tak sejalan dengannya di internal kepolisian.
Di ruang tamu rumah dinasnya, Jumat malam kemarin, jurnalis Prima Gumilang dari CNN Indonesia berbincang tentang jabatan, pekerjaan, keluarga, dan masa muda Budi Waseso. Berikut salah satu bagian petikan wawancaranya:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana momen ketika Anda diangkat menjadi Kabareskrim?Kala saya ditunjuk menjadi Kabareskrim itu di luar dugaan sebenarnya, di luar pemahaman, pemikiran saya. Karena ketika itu saya menjabat sebagai Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (Kasespim). Di mana pada saat itu, siswa-siswa saya sudah lulus semua.
Awalnya saya hanya diperintah membantu pimpinan saya, membantu mempersiapkan bahan fit and proper test calon Kapolri. Dalam proses itulah, selama membantu beliau ternyata terjadi gonjang ganjing soal tersangkaan beliau. Di situlah kekagetan saya. Loh, kenapa kok bisa jadi tersangka karena ini kan, pilihannya Presiden. Pasti Presiden sudah memilih yang terbaik dan tidak seperti ini. Karena yang saya lihat tersangka dalam kasus itu, kasus yang mana? Karena saya mantan Kapus Paminal (Kepala Pusat Pengamanan Internal).
(Baca juga wawancara khusus lainnya: Komjen Budi Waseso: Saya Tidak Puas dengan Jabatan (2))Jadi saya tau persis kasus itu. Itu sudah selesai. Kalau itu dibilang korupsi, beliau pada saat itu bukan eselon satu, tidak bisa undang-undangnya diperlakukan begitu. Itu tidak ada unsur suap dan macam-macam, karena sudah kita periksa, mengklarifikasi, dan barang klarifikasinya itu ada. Tapi pada saat itu kenapa kok dibiarkan, sehingga terjadilah kemarahan saya pada waktu itu. kekecewaan saya yang begitu besar terhadap pembelaan personel Polri oleh institusi. Makanya pernah saya teriak, ini ada pengkhianatan di institusi.
Tapi pada akhirnya proses itu berjalan, di kala pra pradilan Pak Budi Gunawan sudah menang juga tidak dipedomani. Maka pada akhirnya saya membuktikan. Apalagi tidak lama kemudian, saya dijadikan Kabareskrim setelah kejadian itu.
Ketika saya di Bareskrim, saya harus punya target untuk tugas karena ternyata Bareskrim yang saya pimpin itu tidak seperti yang saya bayangkan. Ternyata Bareskrim tidak solid. Itu yang pertama. Kedua, saya menghadapi anggota yang kontra sama saya. Mereka berpikiran saya merebut jabatan pimpinan yang sebelumnya. Wajar itu semua.
Bagaimana Anda membangun tim yang solid?Akhirnya ada tiga kelompok pendapat yang saya temukan di jajaran Bareskrim pada saat itu. Makanya saya bilang, berarti tidak klir. Tidak bisa saya gerakkan. Tapi, saya tidak boleh menyalahkan mereka. Pemahaman pemikiran itu terbentuk oleh persepsi masing-masing, diwarnai dengan pendapat dia dari kacamata masing-masing yang mengatakan, saya ini dianggap orang yang merebut jabatan. Dan saya tidak pernah terdengar di dalam jajaran reserse, walaupun saya lama di Propam, pernah menjadi penyidiknya penyidik. Akhirnya saya ambil keputusan, saya menggunakan tenaga dari luar Mabes Polri. (Baca juga wawancara khusus lainnya:
Komisaris Jenderal Budi Waseso: Saya Tidak Buas (1))Siapa mereka?Ya anggota-anggota Polri yang ada di daerah, mantan murid-murid saya. Yang sedang menunggu tugas anjak. Itu anjak-anjak, kan baru selesai sekolah kemarin, masih nunggu penempatan. Jadi saya ambil yang saya anggap punya kemampuan. Saya bikin tim untuk melakukan tugas-tugas. Dan saya melakukan tugas itu untuk bagaimana menyikapi utang-utang atau pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai dari pejabat yang lama.
Pada akhirnya direspons oleh masyarakat. Program saya direspons. Banyak laporan termasuk laporannya AS, BW, dan segala macam yang direspons oleh masyarakat. Itulah yang pada akhirnya saya lakukan tugas itu. dan lambat laun, kesolidan dari anggota itu terbangun. Saya memberikan contoh ketauladanan pada anggota saya bahwa saya bekerja. Dan saya memberikan contoh bahwa siapa pun orang, kalau dia punya niat dan kemauan untuk bekerja, bisa. Itulah yang saya pakai. Pada akhirnya proses ini berjalan, semua anggota saya sekarang sudah bergabung. Dengan memahami pemikiran dan pemahaman saya. Sehingga mulai mau bekerja. Dan itulah soliditas yang saya bangun di bareskrim.
Ada kesan mendadak dalam penunjukan Anda sebagai Kabareskrim. Seperti apa situasi saat itu?Ya, ketika itu seingat saya, saya memang dalam posisi yang gundah. Gundah kenapa, saya marah sama insitusi saya. Kenapa calon Kapolri saya ditersangkakan. Kenapa tidak dibela dan macam-macam. Jadi dalam posisi yang, memang pada waktu itu saya bilang, ada apa sih sebenarnya. Saya tidak tahu karena saya tidak di dalam Mabes Polri. Saya sebagai kepala sekolah di luar.
Nah, ketika itulah saya mendapatkan berita tengah malam dari Pak Kapolri sekarang, pada saat itu masih Wakapolri, bahwa saya diperintahkan untuk mengambil alih Bareskrim, karena Kabareskrim yang lama sudah perintah malam ini untuk diturunkan, dipindahkan. Saya bilang dari mana, Pak, perintah itu? ‘Sudah keputusan, termasuk keputusan Presiden.’ Saya bilang, saya tidak bisa lisan, Pak. Bareskrim ini adalah penegak hukum. Harus ada dasarnya. Saya tidak akan laksanakan sebelum ada hitam di atas putih. ‘Sudah, itu harus dipimpin sekarang juga.’ Enggak, Pak. Akhirnya sempat stagnan lima hari, baru saya diserahterimakan. Itu saya dengar beritanya jam dua belas malam, ditelpon oleh Wakapolri ketika itu.
(Baca juga: Komjen Budi Waseso: Waktu dengan Keluarga Hampir Tak Ada (3))
Seberapa penting jabatan menurut anda?Kalau bagi saya jabatan itu tidak ada penting atau tidak penting. Tapi jabatan itu bagi saya adalah amanah. Amanah itu kan, salah satu ibadah yang harus dilaksanakan dan harus dipertanggungjawabkan. Karena kalau amanah itu datangnya dari yang atas. Siapa pun yang memilih saya dan memberikan jabatan kepada saya, manusia yang memilih saya itu hatinya digerakkan oleh Tuhan menuju seseorang, termasuk saya. Berarti orang itu mendapatkan amanah. Dan saya harus bertanggung jawab terhadap amanah itu.
Anda tidak melihat jabatan ini sebagai kekuatan?Tidak. jabatan itu amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Dipertanggungjawabkan dengan suatu pekerjaan yang baik, bekerja harus sesuai dengan aturan, relnya. Ada sesuai dengan batasan-batasannya. Itu kan, yang saya lakukan sekarang.
Perbincangan dengan Komisaris Jenderal Budi Waseso dilakukan CNN Indonesia hampir satu jam lebih. Kami membagi beberapa babak wawancara seputar jabatan, pekerjaan, keluarga, dan masa muda sang jenderal bintang tiga. Ikuti bagian wawancara khusus berikutnya.
(sip)