Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia wilayah Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, meminta Presiden Joko Widodo untuk memimpin langsung upaya penegakan hukum dan mengkaji perizinan atas perusahaan besar yang diduga terlibat dalam bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Selama ini, pemerintah dinilai masih cenderung menyalahkan masyarakat kecil setiap kali terjadinya bencana karhutla.
"Jika Presiden Jokowi serius untuk membebaskan rakyat dari serangan bencana asap dan kebakaran hutan rutin, maka Presiden harus memantau langsung upaya penegakan hukum yang absen dilakukan pejabat di bawahnya dan di daerah," kata Hadi kepada CNN Indonesia, Selasa (8/9).
(Lihat Juga: FOKUS Siapa di Balik Kebakaran Hutan?)Selain itu, Jokowi juga diminta untuk aktif melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang saat ini sedang diadili dan diproses hukumnya baik di Pengadilan maupun oleh penegak hukum kepolisian. Hadi mengatakan pihaknya melihat upaya penegakan hukum baik pidana atau perdata yang dilakukan pemerintah dan penegak hukum tidak serius.
(Lihat Juga: Menteri KLH Minta Lahan Terbakar Diberi Garis Polisi)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menduga ada upaya menjadikan proses hukum hanya sebagai formalitas untuk membersihkan nama baik perusahaan atas tindak kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan tangan pengadilan," ujar Hadi.
(Baca Juga: Kebakaran Lahan di Riau Masih Mengancam)Hadi mencontohkan salah satu perusahaan besar yang tidak berani ditindak pemerintah adalah perusahaan perkebunan kayu milik Asia Pulp and Paper seperti PT Bumi Mekar Hijau di Ogan Komering Ilir yang telah merugikan negara hingga Rp 7,9 triliun. Perusahaan lainnya adalah PT RimbaHutani Mas di Kabupaten Musi Banyuasin yang sejak 2014 hingga kunjungan Jokowi pada minggu lalu masih ditemukan banyak titik api.
(Lihat Juga: Pemerintah Dinilai 'Diakali' Perusahaan Nakal Pembakar Hutan)
Berdasarkan dokumentasi WALHI Sumsel, PT Bumi Mekar Hijau ditetapkan sebagai tersangka kejahatan korporasi dalam karhutla pada 2014 dari laporan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Persidangan atas PT BMH lantas digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan dan hingga kini sidang masih digelar.
Sementara itu, PT Rimba Hutani merupakan salah satu dari 18 perusahaan perkebunan yang berdasarkan pengamatan WALHI Sumsel ditemukan masih banyaknya titik api.
Lebih jauh, Hadi menyatakan mayoritas perusahaan yang memiliki titik panas adalah perusahaan perkebunan kayu milik Asia Pulp and Paper. Perusahaan lainnya termasuk perusahaan milik Jepang, PT Musi Hutan Persada.
Sejak 2014, Hadi mengatakan di wilayah Sumatera Selatan baru terdapat dua perusahaan yang masuk ke pengadilan akibat kejahatan karhutla. Perusahaan tersebut antara lain adalah PTPN VII dan PT PNS, sebuah perusahaan perkebunan.
"Yang PT PNS prosesnya dilakukan kepolisian. Sempat ditangkap perusahaannya tapi tidak pernah dibuka ke publik proses hukumnya. Arahnya ke individu bukan kejahatan korporasi," kata Hadi.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki mengatakan Presiden Joko Widodo mempertanyakan mengapa kebakaran hutan seperti dibiarkan terus berlangsung. Jokowi berpendapat hal itu merupakan bentuk praktik manajemen pemerintah yang tidak benar.
Saat menyambangi lokasi kebakaran hutan Minggu (6/9), Jokowi juga mendapat informasi bahwa motif pembakaran hutan bisa bermacam-macam. "Yang harus diproses itu kalau memang ada upaya dari pemilik lahan untuk mengurangi biaya
land clearing (pembersihan lahan) dan pengolahan kebun dengan cara dibakar. Padahal mereka dari bank sudah dapat anggaran per hektare Rp19 juta," kata Teten.
Teten menyatakan, Presiden akan segera menghentikan para pemilik lahan yang sengaja membakar lahan untuk mengurangi biaya. Jokowi bahkan mencurigai ada persekongkolan karena terdapat indikasi bahwa lahan yang terbakar dibiarkan begitu lama dan aparat pemerintah daerah tidak bergerak.
(utd)