Jakarta, CNN Indonesia -- Niat pemerintah untuk melakukan pengairan di Waduk Jatigede, Sumedang, Jawa Barataman dilakukan Senin (31/8) esok. Tapi, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat Dadan Ramdan mengatakan, masih ada ribuan warga yang bertahan dan belum mau pindah.
"Informasi yang kami update dari warga, sekarang beberapa warga di lima desa masih banyak yang bertahan. Ada di Desa Cipaku, Paku Alam, Sukakersa. Cibogo, dan Leuwih Hideung," kata Dadan kepada CNN Indonesia, Ahad (30/8). (Baca juga:
Jatigede: Cerita Panjang Persoalan Pembebasan Lahan)
Dadan mengatakan jumlah warga yang masih bertahan di rumahnya saat ini mencapai 2.000 kepala keluarga. Alasan warga masih bertahan karena urusan ganti rugi dan kompensasi. Apalagi banyak juga warga yang tidak tahu akan pindah ke mana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dadan juga mengungkapkan, besaran yang tunai rumah pengganti senilai Rp 122 juta yang diberikan untuk warga kategori A dab besaran uang santunan (kerohiman) senilai Rp 29 juta untuk warga kategori B dinilai tidak cukup. Padahal, kata Dadan, dulu kategori A dijanjikan hak relokasi yang jelas, pekerjaan, dan mata pencaharian. Namun, karena percepatan penggenangan semua jadi diuangkan.
"Mereka bertahan karena mau pindah ke mana? Apalagi yang Rp 29 juta ada 6.000 kepala keluarga. Mereka saat ini hanya punya rumah dan kalau itu cair mereka terima hanya Ro 29 juta. Mau beli tanah tidak cukup, beli rumah, belum biaya pemindahan, itu juga tidak cukup," ujar Dadan.
Kendati pengairan Waduk Jatigede akan dimulai besok, namun warga masih tetap akan bertahan. Setidaknya sampai air itu benar-benar mencapai desa mereka. (Baca juga:
'Pak Jokowi Saya Tunggu Bapak di Jatigede')
"Jadi kalau besok digenang, sampai Desa Cipaku itu satu bulan, ke Desa Jemah 15 hari air sampai, kalau ke Desa Sukakersa air sampai hari ke-50 setelah penggenangan," kata Dadan.
Di lain pihak, warga yang bersedia untuk pindah saat ini sedang melalukan pembongkaran rumah mereka. Dadan mengatakan proses pemindahan dibantu oleh aparat.
"Aparat TNI dan Polri ada di lapangan. bahkan membantu melakukan pemindahan mereka. Jumlahnya untuk TNI sekitar 500-an. Kalau polisi saya kurang tahu tapi ada dari Polres Sumedang dan Polsek tiga kecamatan dari Darmaraja, Jatigede, dan Wado," ujar Dadan. (Baca juga: Berhambur Uang di Jatigede)
Sayangnya, berdasarkan informasi yang dihimpun Dadan, warga yang mau dibantu aparat harus menyediakan sejumlah uang.
"Informasinya harus ada biaya yang disediakan warga jadi mereka harus membayar biaya pengakutan untuk TNI dan Polri. Harusnya tidak ada," katanya.
Sementara itu untuk kondisi di lapangan, Dadan mengatakan masih dalam kondisi aman. Meski ada penolakan untuk pindha namun tidak ada bentrokan antara aparat dan masyarakat.
Hingga saat ini, berdasarkan penelusuran CNN Indonesia setidaknya sudah ada empat kali upaya pembebasan lahan yang dilakukan pemerintah. Namun, persoalan menyangkut lahan seluas lima ribu hektare yang terdiri dari 28 desa dan enam kecematan itu masih jadi gonjang ganjing. (Baca juga: Jatigede dan Tanda Tanya Tak Kunjung Sirna)
Sebenarnya jika melihat fakta di lapangan, operasional waduk terbesar kedua setelah Jatiluhur ini hanya tinggal menutup pintu air. Sebab dari data yang diterima CNN Indonesia pembangunan fisik telah mencapai 99,75 persen dari target 99,72 persen. Sedangkan tindak lanjut persoalan keuangan telah selesai 90,48 persen dari rencana 92,33 persen.
Saat ini Jatigede memang telah berdiri kokoh dengan panjang bendungan 1.710 meter dan elevasi maksimal 262 meter. Namun, aliran air Sungai Cimanuk masih dibiarkan melewati bendungan tanpa terbendung. Permintaan penutupan pintu air terus bergeser dari jadwal yang ditentukan.
Proyek Jatigede sendiri telah menyebabkan pembukaan jalan mulai dari daerah Wado di Kabupaten Majalengka menuju ke daerah Darmaraja di Kabupaten Sumedang. Jalur lingkar jalanannya mencapai 15 kilometer, yang juga menimbulkan masalah baru, masalah klasik pembebasan lahan.
(hel)