WNI Disandera, Luhut Gelar Rapat dengan Panglima TNI-Kapolri

Prima Gumilang, Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Rabu, 16 Sep 2015 11:10 WIB
Militer Papua Nugini telah menyiapkan kekuatan untuk dikirim ke Vanimo, lokasi penyanderaan dua warga negara Indonesia. TNI pun menyiagakan pasukan.
Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan memimpin rapat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pejabat tinggi negara mendatangi Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Rabu (16/9). Di antara mereka ialah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Mereka menggelar rapat dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan terkait penyanderaan dua warga negara Indonesia oleh Organisasi Papua Merdeka di Papua Nugini.

Hingga saat ini nasib kedua sandera OPM itu belum jelas. Kabar terakhir menyebut negosiasi telah dilakukan dengan pemerintah Papua Nugini bertindak sebagai mediator. Namun belakangan pemerintah RI menyebut tak ada kompromi dengan penyandera.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ya, bicara OPM,” ujar Mendagri singkat. Dia, Panglima TNI, dan Kapolri langsung masuk ke Kemenkopolhukam.

Pagi tadi saat menghadiri The Indonesian Navy 2nd International Maritime Security Symposium di Hotel Borobudur, Jakarta, Luhut kembali menegaskan tak bakal melakukan barter dengan pihak penyandera.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Endang Sodik mengatakan para penyandera meminta agar dua WNI ditukar dengan rekan mereka yang ditahan di Polres Keerom, Papua, karena terlibat kasus ganja.

“Pemerintah Indonesia tidak pernah mengenal barter,” kata Luhut yang dahulu lama menghabiskan karier militernya di Komando Pasukan Khusus atau Kopassus.

Luhut semalam telah melaporkan kepada Presiden Jokowi mengenai strategi yang disiapkan dalam membebaskan sandera. (Baca: Bebaskan Sandera OPM, Luhut Siapkan Skenario Terburuk)

Sementara itu, anggota Komisi I DPR TB Hasanudin berharap pemerintah RI tak tunduk pada tuntutan OPM meski negosiasi mandek. "Sebaiknya serahkan kepada pemerintah Papua Nugini untuk mengatasinya. Kalau tidak bisa, kita minta izin masuk untuk menyerbu," ujar Hasanudin.

Lulusan Akademi Militer berpangkat Mayor Jenderal TNI itu menganggap permintaan izin menyerbu amat mungkin direalisasikan.

Dia mencontohkan dan membandingkan kasus saat ini dengan upaya pembebasan sandera pembajakan pesawat Garuda di Thailand dalam Operasi Woyla tahun 1981.

"Kita tidak butuh perjanjian untuk membebaskan sandera. Kewajiban PNG adalah melindungi warga negara asing di wilayah teritorinya. Kalau tak mampu ya wajib bekerja sama," ujar Hasanudin.

Saat ini TNI telah menyiagakan pasukan dari berbagai kesatuan, mulai dari Kopassus, Paskhas, Denjaka, dan Denbravo, untuk membantu operasi pembebasan sandera bila izin turun dari pemerintah PNG.

Kopassus atau Komando Pasukan Khusus ialah bagian dari komando utama tempur milik TNI Angkatan Darat yang punya kemampuan antiteror, Denjaka atau Detasemen Jala Mengkara ialah satuan antiteror TNI Angkatan Laut, sedangkan Denbravo Kopaskhas atau Korps Pasukan Khas ialah satuan elite TNI Angkatan Udara setara Kopassus. Satuan-satuan ini merupakan yang terbaik yang dimiliki TNI.

Kapolda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw menyatakan militer Papua Nugini pun saat ini telah menghimpun kekuatan besar dari ibu kotanya, Port Moresby, untuk dikirim ke Vanimo, lokasi penyanderaan, dalam rangka operasi pembebasan. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER