Jakarta, CNN Indonesia -- Oktober 2013, Kepolisian Sektor Pondok Aren menggerebek sebuah rumah berukuran besar di Kompleks Perumahan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Rumah tersebut merupakan kantor PT Citra Kartini Mandiri, sebuah agen penyalur pekerja rumah tangga (PRT) dan pengasuh bayi.
Maret 2015, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga mengadvokasi Umirotun (23 tahun) untuk melaporkan agen penyalurnya ke Polda Metro Jaya.
Pengacara publik LBH Jakarta yang mendampingi Umi kala itu, Johanes Gea, menceritakan kembali rentetan peristiwa yang menimpa perempuan asal Brebes, Jawa Tengah, itu kepada CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Johanes berkata, Umi mengaku disekap di penampungan PT CKM yang berada di Pondok Aren selama satu minggu. Pengurus agen melakukan hal itu karena Umi tak kunjung membayar uang senilai Rp2,5 juta sebagai tanda putus kontrak.
Sebelumnya Umi bekerja untuk Milana Anggraeni, istri terpidana kasus pajak Gayus Tambunan di sekitar kawasan Sukamiskin, Bandung. Namun Umi tak betah bekerja untuk Milana karena jam kerja yang tak sesuai dengan kontrak. Bukannya bekerja delapan jam, Umi harus bekerja dari jam lima pagi hingga sepuluh malam.
Pengurus PT CKM lantas menjemput Umi dan membawanya ke penampungan. “Di sana agen penyalur meminta ganti rugi karena Umi memutuskan kontrak dan ingin pulang. Padahal dia ingin berhenti bekerja karena merasa ditipu,” ucap Johanes, awal pekan ini.
Tak memiliki cukup uang untuk mengakhiri hubungannya dengan PT CKM, Umi tidak diperbolehkan keluar dari penampungan. Ia juga tak diperkenankan menjalin komunikasi dengan pihak luar.
Johanes menuturkan, ketika Umi memutuskan untuk memperkarakan PT CKM ke ranah hukum, sejumlah orang termasuk sponsor yang menghubungkannya dengan PT CKM, mendatangi rumah orang tua Umi. “Mereka mendapatkan ancaman,” ujarnya.
Saat itu Kepolisian membebaskan 88 perempuan dari penampungan tersebut. Dari jumlah itu, 34 orang di antaranya tercatat masih berusia di bawah 18 tahun, dengan rincian tiga anak berumur 15 tahun, 10 anak berusia 16 tahun, dan 12 anak berumur 17 tahun.
Polsek Pondok Aren lantas menetapkan Komisaris Utama PT CKM yang bernama Eddy Wibowo sebagai tersangka. Penyidik menjeratnya dengan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sehari setelah berstatus tersangka, Eddy ditahan penyidik berdasarkan surat penahanan bernomor Sp.Han/411/X/2013/Reskrim. Bulan berikutnya, Kepolisian menangguhkan penahanan Eddy.
Pengungkapan kasus penyekapan calon PRT dan pengasuh bayi di Pondok Aren tersebut akhirnya berhenti. Tanggal 28 November 2014, polisi mengeluarkan surat ketetapan penghentian penyidikan. Alasannya, mereka tidak memiliki cukup bukti untuk memidanakan Komisaris Utama PT CKM itu.
Tak sampai setahun setelah polisi membebaskan Eddy dari segala tuduhan, dugaan tindak pidana kembali menjerat PT CKM.
Serupa dengan kasus yang menjerat PT CKM tahun sebelumnya, Kepolisian kembali menutup perkara Umi. Penyidik ketika itu berkata, mereka tidak mendapati PT CKM memenuhi unsur-unsur tindak pidana penyekapan dan perdagangan manusia.
Terus BerulangLita Anggraini, Koordinator Jala PRT, lembaga advokasi bagi PRT, mengatakan apa yang dilakukan PT CKM sebenarnya juga dilakukan penyalur-penyalur lain terhadap PRT dan pengasuh bayi yang berkontrak kerja dengan mereka.
Jala PRT mendefinisikan penyekapan sebagai tindakan yang tidak memperbolehkan seseorang berinteraksi dengan orang lain. Sementara LBH menyebut penyekapan sebagai tindakan membatasi kemerdekaan seseorang.
Awal tahun ini, Lita kembali menuntut Kementerian Tenaga Kerja mencabut izin perusahaan tersebut karena penyekapan yang terus berulang.
Lita mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan PRT. Salah satu poin pada usulan beleid itu adalah memotong kewenangan penyalur untuk memberikan pendidikan dan mengelola penampungan sementara.
Kasus yang melibatkan PT CKM hanya satu dari pelbagai kasus antara penyalur dan PRT. LBH Jakarta juga menyoroti aparat penegak hukum yang jarang menuntaskan perkara semacam ini.
Khusus untuk perkara PT CKM, Johanes heran dan berkata, “Apakah pemiliknya merupakan orang yang berkuasa sehingga bisa mempengaruhi penegakan hukum.”
Menurut penelusuran CNN Indonesia, hingga awal pekan ini PT CKM masih terus beroperasi. Dinas Ketenagakerjaan Tangerang Selatan urung mencabut izin perusahaan ini karena tidak menemukan bukti pelanggaran.
Melalui pernyataan terbuka tertanggal 9 Juni 2015, PT CKM mengklaim tak pernah menyekap PRT dan pengasuh bayi yang berada di bawah naungan mereka. Hal tersebut, menurut PT CKM, dibuktikan dengan penghentian perkara pidana yang menjerat komisaris utama mereka.
PT CKM menyatakan tidak pernah memberikan makanan basi kepada pekerja mereka. Mereka juga berkata, memberikan fasilitas tidur dan mandi cuci kakus (MCK) yang laik.
Dengan dua poin tersebut, PT CKM merasa tidak pernah melanggar aturan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. “Dari sisi mana kami melanggar? Kami telah melalui prosedur standar operasional yang diatur pemerintah,” tulis pernyataan yang ditandatangani Eddy itu.
Aturan yang disebut Eddy adalah UU Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.07/MEN/IV/2008 tentang Penempatan Tenaga Kerja, Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Nomor KEP.258.DPPTK/IX/2008 tentang Tata Cara Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja.
PT CKM malah mendapat penghargaan dari Asosiasi Penyalur Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia sebagai lembaga penyalur terbaik. PT CKM juga merupakan satu-satunya lembaga penyalur PRT yang mendapatkan izin tertulis dari gubernur.
Untuk memperkuat pernyataan mereka, PT CKM lantas mengunggah foto-foto Eddy bersama Menteri Hanif Dhakiri sewaktu menghadiri peluncuran kode etik APPSI yang melarang perekrutan pekerja anak –kode etik yang bertolak belakang dengan temuan Polsek Pondok Aren dua tahun sebelumnya.
(abm/rdk)