Jakarta, CNN Indonesia -- Juru bicara Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Surabaya Arsul Sani mempertanyakan kembali pemeriksaan Abraham Lunggana alias Lulung di Bareskrim. Arsul sangsi Lulung diperiksa jadi saksi soal penggerebekan Kantor DPP partai berlambang Kabah yang saat ini terbelah.
"Saya juga gak ngerti soal pemeriksaan ini. Coba tanya lagi sama Lulung, diperiksa soal penggerudukan itu atau untuk UPS?" kata Arsul saat dihubungi Senin (21/9).
Dalam kasus UPS ini, Lulung sudah dipanggil beberapa kali oleh Bareskrim sebagai saksi. Salah satu sosok yang mendukung pengungkapan kasus korupsi UPS adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Baca juga:
Lulung Tak Mau Diadu dengan Ahok soal Kasus UPS)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Sekjen PPP kubu Romahurmuzy itu tak menampik persoalan di internal partainya belum tuntas. Namun dia tetap mengkalaim sebagai pengurus partai yang sah.
Berbekal Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM, Arsul menilai kepengurusan partai kubu Romi tetap menjadi representasi PPP yang sah. Sehingga dia menganggap wajar jika kemudian kubu Romi merasa berhak menduduki kantor DPP pusat.
"Kalau mau mengambil kantor kan itu merupakan hak pengurus yang sah. Orang yang tidak punya SK itu yang seharusnya dipertanyakan keabsahannya," kata Arsul. (Baca juga:
Lulung Ajak Ahok 'Ngopi Bareng' Bahas Soal Korupsi)
Lulung mengaku pemeriksaan di Bareskrim Polri tidak terkait dengan penanganan perkara hukum. Pria yang akrab disapa Haji Lulung ini mengaku diperiksa jadi saksi untuk dimintai keterangan soal kisruh geruduk kantor pusat PPP.
Lulung diperiksa lantaran saat kejadian rusuh di kantor DPP terjadi Lulung masih menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Wilayah PPP DKI Jakarta.
"Saya dimintai keterangan sebagai ketua DPW. Dimintai keterangan saja," ujar Lulung. (Baca juga:
Lulung Dorong DPRD Panggil Ahok terkait Dua Kasus Korupsi)
Rusuh di kantor DPP PPP terjadi pada awal Desember 2014. Saat itu PPP kubu Romahurmuziy yang telah menjadi ketua umum PPP versi Muktamar Surabaya ingin memasuki kantor DPP PPP.
Namun kantor DPP PPP saat itu masih dikuasai oleh kubu Suryadharma Ali tidak mempersilakan kubu Romy masuk ke kantor DPP. Akhirnya kerusuhan pun tak terhindarkan hingga polisi datang mengamankan suasana dan kondisi kantor partai berlambang Kabah tersebut. (Baca juga:
Ahok Kupas Modus Anggaran Siluman di Kasus UPS)
PPP mengalami perpecahan internal yang menyebabkan PPP terbagi menjadi dua kubu. Kubu tersebut adalah kubu Djan Faridz yang merupakan ketua umum versi Muktamar di Jakarta. Kubu satu lagi adalah kubu Romahurmuziy yang merupakan ketua umum versi Muktamar Surabaya.
Saat itu, pada Oktober 2014, Romy yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPP merasa bahwa kepemimpinan Suryadharma Ali sudah tidak kondusif dan akhirnya menggelar muktamar di Surabaya.
Sementara itu Suryadharma Ali akhirnya membuat muktamar tandingan di Jakarta yang menghasilkan Djan Faridz sebagai ketua umum. (Baca juga:
Haji Lulung Sebut Ahok Pencitraan dalam Berantas Korupsi)
Perpecahan tersebut mengakibatkan dukungan PPP dalam dunia politik pun terbagi dua. Kubu Djan Faridz bergabung dengan Koalisi Merah Putih sedangkan kubu Romy mendukung pemerintahan Joko Widodo dan bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat.
(hel)