WAWANCARA KHUSUS

Lambert Pekikir: Pemerintah RI Tak Serius Atasi Konflik Papua

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Selasa, 29 Sep 2015 09:26 WIB
Panglima OPM Perbatasan, Lambert Pekikir, kecewa. Ia merasa pergantian tiga pejabat tinggi RI membuat kelanjutan kesepakatan pihaknya dan RI jadi tak jelas.
Bendera Bintang Kejora. (Getty Images/Ulet Ifansasti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima Organisasi Papua Merdeka Wilayah Perbatasan Papua-Papua Nugini, Lambert Pekikir, menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah Republik Indonesia. Ia menilai pemerintah pusat tak serius menindaklanjuti kesepakatan yang telah dibuat antara Tim 13 dari OPM dan masyarakat Papua, dengan sejumlah pejabat RI di Jakarta pada Desember 2014.

Pada pertemuan di Jakarta akhir tahun lalu itu, Tim 13 pimpinan Lambert menyampaikan aspirasi kepada tiga pejabat tinggi RI, yakni Marciano Norman yang saat itu menjabat Kepala Badan Intelijen Negara, Andi Widjajanto yang masih menjabat Sekretaris Kabinet, dan Tedjo Edhy Purdijatno yang ketika itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan.

Namun setelah kini lebih dari setengah tahun sejak pertemuan itu, Lambert mengatakan belum ada langkah konkret pemerintah RI atas pertemuan tersebut. Bahkan, kata dia, tiga pejabat penting RI yang dalam pertemuan itu mewakili pemerintah pusat, kini telah seluruhnya diganti, membuat OPM sangsi dengan keseriusan pemerintah menyelesaikan akar konflik di Papua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut petikan wawancara Lambert Pekikir dengan wartawan CNN Indonesia, Utami Diah Kusumawati, soal pertemuan antara perwakilan OPM dan masyarakat Papua, dengan pemerintah RI di Jakarta.
 

Mengapa Anda akhirnya memutuskan untuk turun gunung dan menetap di Kabupaten Keerom, Papua?

Saya dan teman-teman OPM sadar, kami tidak mau cara kekerasan untuk menyelesaikan konflik di Papua. Alasannya sudah banyak jatuh korban, terutama dari warga sipil.

Menurut kami yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita duduk dalam satu meja, bicara dari hati ke hati, berdialog demi mewujudkan Papua damai. Sudah cukup cara-cara kekerasan.

Saya sendiri sudah menyampaikan aspirasi kami melalui Tim 13 pada bulan Desember tahun lalu. Kalau pemerintah serius, buka ruang dialog ini. (Tangkap) sinyalemen dari gunung, pantai. Kelompok dari hutan akan datang menyampaikan aspirasi mereka.

Namun kami lihat pemerintah Indonesia tidak serius selesaikan konflik di Papua.

Bagaimana cerita pertemuan tim Anda dengan pemerintah pusat?

Waktu itu ada utusan dari Jakarta datang (ke Papua). Utusannya dari Kementerian Politik Hukum dan Keamanan serta Kementerian Dalam Negeri. Namanya Pak Irawan dan Pak Indra. Mereka bertemu kami di Kabupaten Keerom, dan kami sepakat membentuk Tim 13 yang terdiri atas perwakilan kabupaten dan kota di Papua, untuk bertemu dengan pemerintah pusat demi menyampaikan aspirasi.

Lalu saya berangkat pada bulan Desember 2014 ke Jakarta bersama Tim 13. Tim 13 kami bentuk dari semua daerah di Papua. Kami hadirkan. Pimpinannya saya sendiri. Kami ke Jakarta sekitar tanggal 24 atau 25 Desember.

Apa yang dilakukan di Jakarta? Pertemuan digelar di mana?

Sesampainya di Jakarta, kami dilayani baik oleh pemerintah pusat. Mereka mempersiapkan waktu untuk bertemu kami. Ada beberapa pejabat tinggi negara yang hadir saat itu. Mereka adalah Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno. Kala itu mereka masih menjabat.

Kami bertemu di suatu gedung, bukan di kantor kementerian. Saya tidak tahu nama gedung itu apa karena saya bukan orang Jakarta.

Di sana, kami bertemu dengan mereka dan menyampaikan aspirasi langsung. Kami ingin konflik Papua diselesaikan secara damai dalam bentuk duduk satu meja dan bicara dari hati ke hati.

Bagaimana respons pemerintah pusat saat itu?

Waktu itu direspons dengan baik. Mereka sangat senang, dan menurut pandangan Pak Norman dan Pak Andi, itu harus dilaksanakan. Mereka berdua mengatakan harus memberikan pemahaman kepada pejabat tinggi negara lainnya agar satu persepsi, agar lebih baik.

Mereka bilang, “Pak Lambert, silakan pulang. Di Jakarta, kami akan menyadarkan pejabat negara lainnya. Kita akan duduk sama-sama dan bicara dari hati ke hati soal penyelesaian konflik ini.”

Jadi bagaimana kelanjutan pertemuan di Jakarta itu saat ini?

Keinginan kami, kalau pemerintah mau serius selesaikan konflik ini, siapkan tempat dan ruang untuk bicara, soal yang namanya ‘kesatuan’ di Indonesia.

Kami Tim 13 sangat menyesal. Kami kemudian kembali ke Papua, menunggu kelanjutan prosesnya, dan ternyata mereka (Tedjo, Andi, dan Marciano) diberhentikan dari jabatan pemerintah. Ini tidak bagus. Andi Widjojanto tak lagi menjabat, dan bawahannya untuk Tim 13 juga diberhentikan. Norman juga sudah tidak lagi. Kami merasa ganjil soal ini.

Tapi ada Menkopolhukam baru, Luhut Binsar Pandjaitan. Kepala BIN baru, Sutiyoso. Apa belum saling membuka dialog dengan para pejabat baru ini?

Belum ada utusan yang datang lagi dari pemerintah pusat ke Papua untuk menindaklanjuti pertemuan degan Tim 13 di Jakarta itu. Terakhir kali OPM bertemu dengan pemerintah RI ya Desember 2014 itu (di Jakarta).

Menurut Anda bagaimana seharusnya sikap pemerintah RI soal Papua?

Dalam konteks penyelesaian konflik, pemerintah harus memenuhi aspirasi yang kami sampaikan pada Desember 2014. Kalau ingin selesaikan konflik Papua, terapkan demokrasi dan keterbukaan.

Tapi kalau pemerintah merasa persoalan konflik sudah selesai dengan hanya fokus ke pembangunan di Papua, saya rasa konflik Papua tidak akan pernah selesai, karena konflik Papua tidak bisa diselesaikan dengan pembangunan.

Bukan karena Papua kurang makan jadi ada konflik. Banyak pejabat negara melihatnya seperti itu (akar konflik soal makanan dan pembangunan) Tapi itu salah.

Ikuti sambungan wawancara dengan Panglima OPM Perbatasan Lambert Pekikir di bagian berikutnya. Lambert bicara soal apa yang diperjuangkan OPM saat ini untuk rakyat Papua. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER