Jayapura, CNN Indonesia -- Warga negara Indonesia korban penyanderaan, Sudirman dan Badar mengaku kerap disiksa oleh kelompok penyandera. Tak hanya disiksa, dalam kondisi terikat mereka juga dipaksa berjalan kaki selama 11 jam untuk berpindah-pindah tempat.
Setelah dibebaskan kemarin, Sudirman dan Badar mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Bhayangkara, Jayapura, Papua.
Sudirman mengaku, penyanderaan bermulai saat ia bekerja menebang kayu bersama Sudirman di Kampung Skopor, Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat sedang bekerja, mereka didatangi oleh oleh tujuh orang, enam di antaranya membawa senjata api.
"Kami dibawa ke perbatasan PNG (Papua Nugini)," kata Sudirman, Sabtu (19/9) di RS Bhayangkara. Jayapura. (Baca juga:
Menlu: Penyandera Berafiliasi dengan Kelompok Pengkritik HAM)
Ketika sedang membawa Sudirman dan Badar, kelompok penyandera mendengar suara mesin pemotong kayu yang dioperasikan oleh salah seorang rekan mereka, Kuba Marmahu. Empat orang penyandera segera menuju lokasi di mana Kuba bekerja. Sementara tiga orang lainnya menjaga Badar dan Sudirman.
Badar mengaku tak tahu kejadian yang menimpa rekannya itu. Namun saat itu ia mendengar suara letusan dari tempat Kuba bekerja. Belakangan diketahui Kuba ditembak oleh kelompok tersebut.
SIMAK FOKUS:
Dua Warga Tersandera di Perbatasan PapuaKelompok bersenjata itu kemudian membawa Sudirman dan Badar berpindah tempat. Mereka berjalan kaki sejak pagi sekitar pukul 09.00 waktu setempat dan baru berhenti sekitar pukul 20.00. "Kami lewat hutan Victoria," kata Sudirman.
Sementara Badar mengaku selama disandera kelompok ini, mereka kerap disiksa. "Kami ditelanjangi, ditendang, dipukul pakai senapan di perut," katanya. (Baca juga:
Aktivis Bantah Penyandera Berafiliasi dengan Pengkritik HAM)
Para penyandera menurut Badar tak menyebutkan nama mereka. Yang ia tahu, dari ada lebih belasan orang dalam kelompok ini. Semua membawa senjata api, panah, dan parang.
Selama sembilan hari mereka disandera oleh kelompok ini. Keduanya mengaku bertahan hidup karena diberi makan ubi yang dibakar atau direbus oleh penyandera.
Selama penyanderaan, mereka kerap berpindah tempat untuk menghindari kejaran tentara PNG.
Mereka mengaku dibebaskan Kamis (17/9) sore lalu oleh kelompok ini. Keduanya diserahkan pada tentara PNG di sebuah sungai dekat rumah kepala desa setempat.
(sur/sur)