Komisi Pemilihan Umum menjanjikan akan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pilkada di daerah dengan pasangan calon tunggal. Salah satu langkah lanjutan untuk menindaklanjuti putusan MK ini ialah membentuk peraturan KPU (PKPU) yang baru.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa PKPU baru yang dibuat akan mengakomodasi pasal-pasal dalam PKPU lama yang harus diubah akibat putusan MK. Bisa dikatakan, PKPU baru tersebut dibuat khusus untuk mengakomodasi Pilkada di daerah dengan pasangan calon tunggal.
"Kami akan lakukan perubahan. Kami akan bentuk PKPU sendiri yang khusus mengenai pelaksanaan pilkada dengan satu pasangan calon," kata Hadar saat ditemui di kantor KPU, Rabu (30/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadar optimistis pembentukan PKPU baru tidak akan memakan waktu yang lama. Dia memprediksi waktu yang dibutuhkan paling lama adalah satu pekan.
Aspek hukum menurut Hadar bakal menjadi ganjalan pembentukan PKPU. Tapi, komisioner KPU, Arief Budiman berjanji membicarakan masalah ini dengan para komisioner lainnya. "Kami sedang mengkaji aspek hukumnya, apakah bisa membentuk satu PKPU baru untuk mengakomodasi putusan MK. Atau merevisi PKPU yang ada," kata Arief.
Putusan MK menurut Arief membuat setidaknya empat pasal di PKPU lama harus diubah. Pasal-pasal itu adalah Pasal 2 tentang jadwal dan tahapan pelaksanaan pilkada, Pasal 6 tentang logistik, Pasal 7 tentang proses kampanye, dan Pasal 12 tentang pencalonan.
Arief menyatakan PKPU harus diperbaharui karena dalam PKPU lama tidak dijelaskan soal penyediaan logistik terkait pasangan calon tunggal.
"Kan surat suara tidak kami keluarkan karena pasangan calonnya hanya satu. Jadi itu perlu direvisi," katanya.
Dalam masalah kampanye pasangan calon pun, kata Arief, KPU tidak mengatur soal kampanya pasangan calon tunggal. MK menyatakan manifestasi kontestasi Pilkada lebih tepat dipadankan dengan pemungutan dengan cara "setuju atau "tidak setuju" dalam surat suara yang didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat untuk menentukan pilihan.
Mekanisme ini akan menetapkan kepala daerah terpilih bila suara terbanyak adalah "setuju". Sebaliknya, bila pilihan "tidak setuju" memperoleh suara terbanyak maka pemilihan ditunda sampai Polkada serentak berikutnya.
MK menilai mekanisme ini dinilai tidak bertentangan dengan konstitusi. Sebab, bila nantinya Pilkada harus dilaksanakan pada periode selanjutnya pada dasarnya penundaan tersebut merupakan keputusan rakyat melalui pemberian suara "tidak setuju" tersebut.
Hadar menilai putusan MK ini tidak akan mengganggu rangkaian Pilkada 2015 yang sudah berjalan. Dia beralasan bahwa rangkaian pilkada di tiga daerah, Blitar, Tasiklamaya, dan Timor Tengah Utara memang belum berjalan lantaran sudah telanjur ditunda.
"Pilkada untuk daerah yang tidak ada masalah pasangan calon memang sudah berjalan. Namun untuk daerah yang calonnya kurang dari dua dan sudah kami tunda akan diminta untuk membuka kembali dan menjalankan lagi," kata Hadar.
Pilkada di Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Utara ditunda lantaran pasangan calon yang mendaftarkan diri hanya berjumlah satu pasang.