Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah diminta memasukan laporan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu sebagai bahan pelajaran di sekolah. Penyematan materi kasus pelanggaran HAM sebagai bahan pelajaran dapat dilakukan melalui komisi khusus yang dibentuk pemerintah.
"Komisi negara khusus dapat menyusun laporan atau buku putih untuk setiap kasus pelanggaran HAM masa lalu. Nantinya, itu juga dapat menjadi bagian dari pelajaran sejarah dan pendidikan kewarganegaraan di sekolah," ujar Ketua SETARA Institute Hendardi dalam rilis yang diterima, Rabu (30/9).
Menurut Hendardi, Presiden Joko Widodo harus membentuk Komisi Adhoc Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban untuk mewujudkan janjinya pada masa kampanye di Pemilihan Presiden 2014 lalu. Komisi tersebut, ujar Hendardi, harus beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat tanpa satu pun anggota TNI, Polri, dan BIN masuk ke dalamnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mustahil lembaga tersebut diisi oleh elemen negara, karena dalam konstruksi hukum HAM aktor utama pelanggaran HAM adalah negara," katanya.
Sejumlah kasus pelanggaran HAM di masa lalu akan menjadi bahan pelajaran di sekolah jika nantinya komisi yang diminta SETARA Institute terbentuk.
Beberapa kasus pelanggaran HAM masa lalu yang dimaksud adalah peristiwa pembunuhan 1965 dan 1966, penembakan misterius (petrus) 1982 hingga 1985, kasus Talangsari-Lampung 1989, penculikan dan penghilangan aktivis 1997/1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Semanggi 1998, dan kasus Wasior-Wamena 2001-2003.
Saat berkampanye untuk Pilpres 2014, Jokowi berjanji untuk mengungkap seluruh peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu. Atas janji tersebut, saat ini telah ada sebuah komisi Adhoc yang dibentuk dan diprakrasai oleh Menkopolhukam serta Jaksa Agung.
Alih-alih mengungkap pelaku dan korban sebenarnya, Komisi Adhoc Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban tersebut justru dibentuk dengan tujuan menyelesaikan masalah HAM masa lalu melalui jalur rekonsiliasi (perdamaian).
(utd)