Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menilai Presiden Joko Widodo dapat menganjurkan penegak hukum untuk menghentikan kasus yang menjerat Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Wdijojanto.
Penghentian kasus dinilai dapat dilakukan untuk kepentingan umum yang lebih besar. Saat ini, berkas Bambang telah memasuki tahap penuntutan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa tengah merumuskan berkas dakwaan untuk dibacakan dalam sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden bisa
encouragekepada yang berwenang untuk dapat menghentikan penuntutan yakni Jaksa Agung," kata Bagir di Jakarta.
Kendati demikian, presiden tak memiliki wewenang untuk menghentikan kasus sendiri. Sementara Jaksa Agung dapat melakukannya dengan dua cara, yakni menerbitkan Surat Ketentuan Penghentian Penyidikan (SKPP) atau deponering yang berarti mengesampingkan perkara.
"Kalau deponeering, harus ditunjukkan apa kepentingan umumnya sehingga Jaksa Agung bisa menunjukkan itu. Tidak hanya karena sentimen kita, wartawan memprotes, itu tidak cukup," katanya.
Sementara itu merujuk Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, SKPP dapat dilakukan jika berkas penyidikan yang dilimpahkan oleh penyidik Polri ke Kejaksaan dinilai tak lengkap untuk menunjukkan rumusan pidana beserta alat buktinya.
"Kalau sudah penuntutan, sulit dihentikan dalam prosedur hukum acara. Tapi jaksa dapat tidak meneruskan penuntutan dengan mengembalikan lagi ke kepolisian dengan cara bahwa ini belum lengkap," ujarnya.
Kedua cara ini dapat menghapuskan status tersangka seseorang. Deponering pernah dilakukan oleh Kejaksaan pada kasus yang menimpa mantan komisioner KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah.
Kasus Bambang bemula saat ia menjadi pengacara Bupati Kotawaringin Barat Ujang Iskandar dalam sengketa Pilkada tahun 2010 di MK.
Berdasar laporan masyarakat di Mabes Polri Nomor 67/I/2015, Bambang diduga memerintahkan orang lain untuk menyampaikan kesaksian palsu di sidang MK.
Kesaksian tersebut diutarakan oleh Ratna Mutiara yang menyebut ada transaksi uang saat kampanye. Namun, Ratna pernah disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kesaksiannya. Dalam putusan, majelis melihat tak ada kesaksian palsu yang dilakukan Ratna.
Terkait dengan bukti-bukti dalam berkas yang diserahkan Polri ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Bambang Waskito mengatakan bahwa bukti kasus Bambang sama dengan yang berkas persidangan dalam kasus Zulfahmi.
Menurut pihak Kepolisian, Zulfahmi dan Bambang merupakan tim pengacara yang menangani kasus sengketa yang sama. Namun, Bambang sendiri mengaku tak kenal dengan Zulfahmi.
Zulfahmi sudah menerima vonis dalam sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam vonis tersebut, Zulfahmi divonis tujuh bulan penjara atas tuduhan peran yang sama dengan Bambang.
(meg)