Sejumlah Lahan untuk PLTU Batang Akan Dibebaskan PLN

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2015 14:16 WIB
Sebenarnya pemerintah mentargetkan PLTU Batang akan selesai dan bisa beroperasi pada 2016 mendatang namun karena gagal dilaksanakan.
Tolak PLTU Batang (Adhi Wicaksono CNNIndonesia Photographer)
Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kabupaten Batang, Jawa Tengah belum juga menemui titik terang. Masalah pembebasan lahan di lokasi pembangunan menjadi faktor utama mandegnya proyek yang sudah dicanangkan sejak 2011 tersebut.

Organisasi peduli lingkungan Greenpeace Indonesia menyebutkan sebenarnya perusahaan konsorsium yang menjadi pemenang tender pembangunan PLTU, PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) sudah tidak mampu untuk membebaskan lahan di sana.

Namun karena tidak mau kehabisan akal maka PT BPI berkoordinasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar pemerintah yang melanjutkan pembebasan lahan di lokasi yang tersisa. "Pada Juni 2014 PT BPI angkat tangan dalam proses pembebasan lahan karena banyak penolakan dari masyarakat," kata salah satu perwakilan Greenpeace Indonesia, Desriko Malayu Putra saat ditemui di Jakarta, Rabu (7/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sejak awal PLTU kata Desriko merupakan milik swasta bukan pemerintah. Bukti bahwa pemerintah mengambil alih proses pembebasan lahan terkait PLTU Batang adalah adanya perubahan perjanjian yang sebelumnya telah dibuat PT BPI dengan PT PLN. Kerja sama PT BPI dengan PT PLN adalah kerja sama jual beli. PT BPI dalam hal ini akan menjual listrik yang dihasilkan dari PLTU Batang sedangkan PT PLN berperan sebagai konsumen listrik.

Dalam perubahan perjanjian tersebut sekitar Februari 2015, PT BPI yang tadinya menjadi pemilik hak untuk melakukan pembebasan tanah menyerahkan tugasnya kepada PT PLN.

PT PLN yang notabene merupakan Badan Usaha Milik Negara bisa menggunakan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum agar bisa lebih mudah membebaskan lahan. "Bukti nyata keikutsertaan pemerintah dalam pembebasan lahan adalah dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No: 590/35 Tahun 2015 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Sisa Lahan Seluas 125.146 M2 (meter persegi) Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah 2x1000 Megawatt di Kabupaten Batang diperuntukkan kepada Unit Induk Pembangunan VIII PT PLN (Persero)," kata Riko.


Riko mengatakan bahwa dalam SK tersebut jumlah lahan yang belum dibebaskan mencapai 12,5 hektare. Jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari total jumlah lahan yang dibutuhkan untuk membangun PLTU, yaitu 226 hektare.

Namun begitu, jumlah 12,5 hektar tersebut tidak sama dengan yang diperkirakan masyarakat di lapangan. Berdasarkan pengakuan warga, jumlah lahan yang belum dibebaskan mencapai lebih dari 20 hektare. "Dengan PLN yang bisa menggunakan UU No. 2 Tahun 2012 tersebut, maka masyarakat tidak punga pilihan lain selain membebaskan lahan mereka dengan sukarela," ujar Riko.

Namun hingga kini SK dari Gubernur Jawa Tengah tersebut belum bisa dijalankan karena masyarakat Batang, khususnya yang berdomisili di Desa Karanggeneng, mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dikeluarkannya SK tersebut.


Hanya saja, Riko mengakatakan bahwa sejumlah warga ada yang sudah pasrah lahannya dibebaskan dan mereka mendapat imbalan dari pembebasan lahan tersebut. "Mereka berpikir daripada tidak mendapat apa-apa, lahan tersebut akan diambil juga," ujarnya.

Proyek PLTU Batang tersebut dimulai pada 2011 lalu dan tender dimenangkan oleh PT Bhimasena Power Indonesia sebagai konsorsium dari tiga anak perusahaan, yaitu PT Adaro asal Indonesia dan dua perusahaan asal Jepang PT Jpower dan PT Itochu. Saat proyek dimulai total dana yang dibutuhkan untuk membangun dipatok pada angka US$ 4 juta atau sekitar Rp 60 triliun.


Sebenarnya pemerintah mentargetkan PLTU Batang akan selesai dan bisa beroperasi pada 2016 mendatang. Namun karena gagal memenuhi financial closing hingga tenggat waktu yang telah ditentukan pembangunan urung dilaksanakan.

Berdasarkan data Greenpeace, pertama kalinya PT BPI gagal memenuhi tenggat financial closing adalah pada 6 Oktober 2012. Lalu karena gagal memenuhi tenggat maka pemerintah saat itu memperpanjang tenggat hingga 6 Oktober 2013.

Perpanjangan tenggat itu pun bernasib sama dengan sebelumnya dan akhirnya perpanjangan kembali dilakukan hingga 6 Oktober 2014. Namun, setelah perpanjangan tersebut financial closing tetap belum bisa dipenuhi, hingga tenggat kembali diperpanjang hingga kemarin, Selasa (6/10). Jika ditotal, perpanjangan tenggat financial closing proyek PLTU Batang terjadi empat kali.

Gagalnya PT BPI memenuhi tenggat waktu financial closing disebabkan masyarakat yang menolak memberikan lahan mereka. Itu menyebabkan proses pembebasan lahan belum tuntas hingga waktu yang telah ditetapkan.

Gugatan PTUN Ditolak, Warga Banding ke MA

Usaha masyarakat menggugat SK Gubernur Jawa Tengah harus mentah di ruang sidang PTUN Semarang. Pada sidang yang digelar pada Senin (5/10), majelis hakim menolak gugatan yang dilayangkan masyarakat.

Alasan majelis hakim saat menolak adalah karena seluruh prosedur administratif untuk mengeluarkan SK tersebut telah dilakukan oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah. Kuasa hukum masyarakat Batang, Judianto Simanjuntak mengungkapkan bahwa ada kesalahan yang dilakukan sebelum SK tersebut dibuat. Proses yang Judi maksud adalah saat sosialisasi dan konsultasi publik dilaksanakan.

Dalam proses tersebut dari 27 pemilik tanah yang akan dibebaskan lahannya hanya satu orang yang hadir dan sisanya hanya diikuti perangkat desa dan tokoh masyarakat. "Namun dalam berita acara persetujuan (BAP) dikatakan bahwa seluruh masyarakat menyetujui rencana pembangunan PLTU Batang," kata Judi.

Walhasil Judi dan masyarakat berencana melakukan kasasi terkait putusan PTUN tersebut. Kasasi nantinya akan diajukan ke Mahkamah Agung. "Kami harap hakim di MA lebih teliti melihat substansi persoalan yang disengketakan," katanya. (bag)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER