Pembangunan PLTU Batang Berdampak Buruk bagi Nelayan

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Rabu, 13 Mei 2015 15:24 WIB
Salah seorang warga menyebutkan, nelayan di Jepara dan Cilacap tak lagi melaut lantaran tak dapat ikan sama sekali karena tercemar PLTU.
Ilustrasi PLTU. (ThinkStock)
Batang, CNN Indonesia -- Warga Desa Roban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, satu suara menyatakan menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara di Batang. Mereka khawatir pembangunan mega proyek senilai Rp 50 triliun ini berdampak buruk bagi mata pencaharian mereka sebagai nelayan.

Salah satu warga mengaku telah melihat sendiri dampak pembangunan PLTU terhadap hasil tangkapan laut. Sebut saja di daerah Jepara dan Cilacap. Warga nelayan di sana, dia katakan, sudah tidak dapat lagi pergi melaut lantaran tak memperoleh ikan sama sekali.

"Laut mereka tercemar akibat PLTU di sana. Sekarang mereka kebanyakan menjual kapal-kapal mereka untuk bisa hidup dan makan," ujar Bejo Globot, saat ditemui di Desa Roban Timur, Selasa (12/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Bejo, nelayan di Desa Roban kerap mendapatkan hasil laut yang melimpah. Dalam waktu sejam saja, para nelayan mengaku bisa menjaring paling sedikit 30 kilogram ikan atau hasil laut lain.

"Saya melaut dari pukul 6.00 WIB, pulang jam 12.00 WIB. Itu bisa menghasilkan Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per hari," ujar Bejo.

"Daerah kami sangat sejahtera. Makanya sampai kapan pun kami akan tetap menolak pembangunan PLTU di sini," tutur Bejo.

Kurang lebih 150 kepala keluarga di Desa Roban menggantungkan hidup dari hasil laut. Mereka tak mau mengalami nasib yang sama dengan rekan-rekan mereka di daerah lain hanya karena laut tercemar limbah PLTU.

Juru kampanye organisasi pemerhati lingkungan Greenpeace Indonesia, Arif Fiyanto mengungkapkan, pembangunan PLTU memang biasa dibangun di kawasan pesisir pantai. Meski pembangkit listrik ini dioperasikan dari tenaga uap, tetapi tetap saja butuh air dalam jumlah besar untuk kemudian dipanaskan dengan batubara hingga menjadi uap yang dapat menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.

"Air laut ini disedot secara besar-besaran. Setelah dipanaskan dengan batubara, air yang telah kotor tersebut kemudian dilepas lagi ke laut sehingga mematikan ekosistem laut," ujar Arif.

Hal ini tentu akan menjadi mimpi buruk bagi para nelayan di Desa Roban. Ikan, udang, cumi-cumi, tenggiri, mungkin akan menjadi kenangan ketika PLTU Batang mulai beroperasi. Belum lagi keberadaan tongkang batubara yang nanti akan memenuhi perairan di pesisir pantai utara tersebut, tentu semakin memperparah kelangsungan ekosistem laut di sana.

Bersuara Hingga ke Ibu Kota

Para nelayan di Desa Roban sepakat menyisihkan sedikit hasil tangkapan laut mereka per hari untuk ditabung bersama. Tabungan tersebut kerap dipakai untuk kegiatan sosial, seperti membiayai warga yang masuk rumah sakit atau membantu warga yang mengalami kesulitan finansial.

Tenggang rasa dan toleransi memang menjadi pedoman utama warga di sini. Tak heran ketika mendengar kabar pembangunan proyek PLTU bertenaga 2 ribu Mega Watt di daerah mereka akan tetap dijalankan, para warga sontak bertekad menyuarakan aspirasi mereka hingga ke luar desa.

"Kami sudah beberapa kali datang ke pemerintah daerah hingga pusat. Mulai dari kantor Gubernur Jawa Tengah, kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, kantor Kementerian Lingkungan Hidup, hingga Istana Negara," ujar Bejo.

Kedatangan mereka ini murni menggunakan biaya sendiri. Keinginan mereka hanya satu, yaitu agar pemerintah mau mendengarkan atau bahkan turun langsung ke lapangan dan melihat kondisi desa nelayan yang berada dekat PLTU dibandingkan dengan Desa Roban.

"Boleh dicek, saya berani taruhan. Di Jepara saja mereka (para nelayan) sudah tidak dapat lagi mendapat ikan. Kalau perlu saya biayai agar pemerintah mau datang ke sini," ujar Bejo.

"Tolong, bapak atau ibu menteri siapapun, Pak Jokowi, tolong rakyat dipikirkan. Saya akan
menolak sampai titik darah penghabisan," ujar Bejo.

Sejauh ini, belum ada peninjauan langsung, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat ke lokasi rencana pembangunan PLTU Batang. Pada awal Mei lalu, Presiden Joko Widodo sempat akan berkunjung ke Batang, namun batal lantaran harus menghadiri acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2015 di Jakarta. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER