Fraksi Golkar Berikan Dua Usulan di Revisi UU KPK

Arbi Sarwanto | CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2015 20:00 WIB
Fraksi Golkar mendasarkan usulannya lantaran penyadapan sudah berkembang lebih modern dan tidak menggunakan metode konvensional.
Politikus Golkar Tantowi Yahya. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Juru Bicara Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya menyatakan partainya berniat memperbaiki dan menyempurnakan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 soal Pemberantasan Korupsi melalui dua poin usulan.

Poin pertama, Tantowi menyampaikan, revisi UU KPK harus mengatur mekanisme penyadapan. Sebab, bagi Tantowi bagaimanapun mekanisme penyadapan harus diatur. "Kalau misalnya tidak mau dengan izin pengadilan, ya harus diatur mekanisme pengizinan penyadapan itu seperti apa," kata Tantowi, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, (7/10).


Persoalan ini menurut Tantowi, lantaran penyadapan saat ini sudah berkembang lebih modern dan tidak menggunakan metode konvensional. Sehingga perlu ditentukan suatu mekanisme dalam rangka pengawasan terhadap penyadapan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan draf revisi UU KPK versi DPR, termaktub dalam Pasal 14 (a) yang mengharuskan KPK meminta izin terlebih dahulu kepada Kepala Pengadilan Negeri untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. "Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan, setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri," demikian bunyi Pasal 14 (a) versi usulan DPR.

Poin kedua, Tantowi menilai kerja dan operasi dari KPK juga harus ada badan yang mengawasi. Hal ini ditujukan agar akuntabilitas KPK menjadi
jelas di muka publik, dan menjaga agar KPK tidak menjadi alat kekuasaan. "Kita khawatirkan KPK jadi alat kekuasaan. Kalau dia jadi alat kekuasaan, maka dia akan tebang pilih. Ngga boleh begitu," ujar Tantowi.


Badan pengawas ini termaktub dalam Pasal 39 draf revisi UU KPK dan disebutkan sebagai Dewan Kehormatan, yang berwenang untuk mengawasi KPK. Meski demikian, Tantowi mengaku hanya meneken dan memberikan usulan sementara bahan atau draf revisi UU KPK belum diketahuinya. Ihwal surat edaran usulan revisi UU KPK, ia hanya mengetahui bahwa minggu lalu surat telah diedarkan ke fraksi. "Itu ada di fraksi, semua org bebas tanda tangan. Sejak minggu lalu sudah diedarkan," ujar Tantowi.

Penolakan revisi diungkapkan Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki yang menilai bahwa kewenangan sadap dalam RUU KPK usulan DPR justru tak efisien.


Akuntabilitas penyadapan melalui perizinan Pengadilan Negeri seperti termaktub dalam Pasal 14 RUU KPK itu pun dinilai melemahkan KPK. KPK yang selama ini melakukan operasi tangkap tangan dalam masa penyelidikan, justru dapat terhambat dengan izin tersebut. "Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2003, kewenangan penyadapan KPK tidak melanggar konstitusi sehingga perlu dipertahankan," kata Ruki saat jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (7/10).

Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan Dewan Eksekutif tidak sesuai dengan struktur KPK sebagai lembaga negara. "Itu justru membuat birokrasi baru. Ketentuan ini sengaja melemahkan fungsi pimpinan-komisioner KPK," kata Supriyadi melalui pernyataan resmi yang diterima CNN Indonesia, Rabu (7/10). (bag)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER