Kayu Agung, CNN Indonesia -- Masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, memiliki satu kebudayaan mengakar yang dikenal dengan nama Sonor. Namun tak seperti budaya kebanyakan, budaya Sonor tak patut dibanggakan lantaran menjadi salah satu penyumbang asap di Pulau Sumatra.
Kepala Regu Manggala Agni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSAD) Sumatra Selatan, Deni Chandra Gumelar, mengatakan budaya Sonor adalah cara paling praktis dan ekonomis yang dipilih warga untuk menanam padi.
“Ketika musim kemarau, lahan warga banyak ditumbuhi ilalang atau rerumputan liar. Untuk membuka lahan, mereka membakar rerumputan tersebut, baru kemudian menabur benih padi,” ujar Deni saat ditemui di kawasan Simpang Tiga, OKI, Sumsel, Rabu (7/10).
Budaya Sonor ini sudah menjadi tradisi warga dan sulit dihilangkan. Setahun sekali saat kemarau, warga lebih memilih membuka lahan dengan cara membakar ketimbang menggunakan mesin traktor. Alasannya, lebih murah dan efektif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sebenarnya tergantung musim kemaraunya. Jika pendek, panen padi bisa gagal. Tapi saat ini melihat kemarau cukup panjang, banyak warga yang sudah mulai menabur benih padi,” ujar Deni.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, titik api di Sumatra Selatan mencapai angka 400-an dan Kabupaten OKI adalah salah satu wilayah yang paling lambat pemadamannya.
Deni menuturkan, 90 persen lahan di Kabupaten OKI adalah gambut dan mayoritas merupakan milik warga.
“Pencegahan terus-menerus telah kami lakukan, misalnya melalui penyuluhan ke desa-desa,” ujar Deni.
Namun faktanya hal ini belum cukup berhasil untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan efek buruk dari membakar lahan.
(meg)