Luhut: Presiden Tegaskan Jangan Sampai KPK Dilemahkan

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 12 Okt 2015 19:20 WIB
Saat ini pemerintah sedang menunggu dari KPK atau DPR terkait bagaimana format revisi undang-undang tersebut.
Fadli Zon datangi KPK. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan jangan sampai rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melemahkan lembaga antirasuah itu.

"Presiden barusan memberikan arahan kepada saya. Presiden tidak mau sampai ada pelemahan terhadap KPK. Presiden tetap minta KPK itu sebagai badan yang bisa melakukan penindakan-penindakan korupsi yang kuat," Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (12/10).


Saat ini pemerintah sedang menunggu dari KPK atau DPR terkait bagaimana format revisi undang-undang tersebut. Karena hingga saat ini belum ada yang resmi. Namun yang jelas, kata Luhut, terdapat empat poin pokok yang dibicarakan dalam peraturan ini yang menurut dia sebenarnya masih masuk akal jika ditata dengan benar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama menyangkut tidak adanya kemampuan KPK untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Menurut Mahkamah Agung tidak adanya aturan yang memperbolehkan KPK mengeluarkan SP3 ini melanggar hak asasi manusia karena ada tersangka yang sudah meninggal atau terkena penyakit stroke tapi perkaranya masih berjalan.

"Kami ini sebenarnya mau membuat pendulum ini supaya di tengah-tengah. Jadi jangan salah juga. Jangan kita punya suatu organisasi yang ekstrim," ujar Luhut.

Poin kedua, kata Luhut, adalah terkait dengan pengawas. Menurut dia bagaimanapun KPK harus memiliki pengawas layaknya organisasi yang lain. Ia mengatakan pengawas KPK bisa ditunjuk oleh pemerintah. Para pengawas kemungkinan terdiri dari tokoh-tokoh senior yang tidak lagi memiliki kepentingan apapun misalnya mantan ketua MA. Mereka akan ditunjuk langsung oleh Presiden.

"Yang ketiga adalah masalah tugas penyadapan. Masalah penyadapan, itu dilakukan setelah ada alat bukti, bahwa orang ini memang terlibat pada korupsi itu. Setelah itu baru dilakukan setelah penyadapan, dengan izin dari tim pengawas. Dengan demikian, tidak ada semena-mena, atau tidak ada mungkin hal-hal yang di luar kontrol," kata dia.


Ia berpandangan kewenangan pembatasan penyadapan tidak akan menghambat kinerja KPK karena di manapun tidak ada prosedur penyadapan sebebas-bebasnya. Bahkan lembaga seperti Badan Intelijen Negara (BIN) memiliki prosedur penyadapan meski tidak perlu izin pengadilan.

Pada poin terakhir, kata Luhut, adalah masalah penyidik independen. "Penyidik independen sebenarnya juga bisa saja dibenarkan. Tapi itu usulan ya kami belum tahu, tapi kami juga exercise, sepanjang itu diaudit kualifikasinya oleh pemerintah," ujar dia.

Pemerintah kata Luhut tidak punya wacana untuk membatasi masa kerja KPK sampai 12 tahun. "Tidak ada samasekali, tidak ada konteks lebih dari empat yang tadi saya jelaskan. Sampai hari ini. Saya tidak tahu kalau ada pembatasan seperti itu," kata dia.

Luhut berjanji DPR dan pemerintah akan menggelar rapat konsultasi minggu ini atau paling lambat pekan depan.


Merujuk susunan Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Pasal 5, DPR mengusulkan masa kerja lembaga antirasuah itu tinggal 12 tahun setelah beleid itu diundangkan. Jika RUU ini diloloskan DPR pada tahun 2015 ini maka KPK hanya akan ada hingga tahun 2027.

Total ada 45 anggota DPR yang menjadi inisiator revisi UU KPK, dengan rincian 15 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari NasDem, 9 orang dari Golkar, 5 orang dari Partai Persatuan Pembangunan, 3 orang dari Hanura, dan 2 orang dari Partai Kebangkitan Bangsa. (bag/bag)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER