Jaksa Agung: Hukuman Mati Dilindungi Konstitusi RI

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 15 Okt 2015 13:57 WIB
Oleh karena itu, M Prasetyo menanggapi dengan santai kecaman Amnesti Internasional yang menyebutkan Indonesia negara terburuk soal hukuman mati.
Jaksa Agung M Prasetyo santai menanggapi kecaman Amnesti Internasional yang menyebutkan Indonesia merupakan negara terburuk pertama di dunia yang menerapkan eksekusi mati. (CNN Indonesia/ Damar Sinuko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung M Prasetyo santai menanggapi kecaman Amnesti Internasional yang menyebutkan Indonesia merupakan negara terburuk pertama di dunia yang menerapkan eksekusi mati. Prasetyo mengklaim hukuman mati dilindungi konstitusi dan sesuai hukum positif di Indonesia.

"Silakan berkomentar seperti itu. Hukum positif masih menyebutkan hukuman mati dan kami harus tegakkan itu," kata Prasetyo usai menghadiri pelantikan pejabat baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (15/10).
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika mengatakan hukuman mati dijatuhkan kepada produsen dan pengedar narkoba. Para koruptor juga dapat diambil nyawanya jika terbukti mengambil dana korupsi dari penanganan benacana alam, konflik sosial, dan apabila melakukan pengulangan tindak pidana korupsi, seperti dalam UU Nomor 20 tahun 2001.

Namun, dalam Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjamin hak atas hidup setiap insan manusia, seperti yang termaktub dalam artikel 6. Indonesia telah meratifikasinya dalam UU Nomor 12 Tahun 2005. Terlebih, muncul dugaan adanya peradilan sesat. Dugaan tersebut mencuat dalam Sidang Dewan HAM PBB Sesi ke-28, 4 Maret 2015, di Markas Besar PBB Jenewa.
"Silakan saja mereka lihat begitu. Suruh mereka (PBB) melihat kemari sidang kita. Kita tidak pernah merekayasa proses hukum apalagi putusan. Ini sudah proper," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prasetyo menambahkan, peradilan dilakukan terbuka untuk umum. Seluruh bukti dan dalil pun dapat dicek. Pihaknya juga mengklaim tiap terdakwa didampingi penasihat hukum. Kejaksaan Agung juga menyimpulkan pemerintah telah memberikan hak-hak hukum terpidana mati.

"Semua hak hukum terpidana mati diberikan dan tidak ada satu pun yang tertinggal, bahkan kami berikan berlebihan. Tidak hanya upaya hukum yang lazim dilakukan, yang tidak lazim pun kami layani. Kurang apalagi," ucapnya.
Eksekusi Mati Tahap III

Prasetyo enggan menanggapi kapan ekskeusi mati tahap III bakal digelar. Pihaknya masih berkutat pada memperbaiki masalah ekonomi.

"Banyak masalah prioritas. Di antara prioritas yang ada, kami cari mana yang skala prioritas. Bangsa ini memperbaiki masalah ekonomi. Sekarang tentunya semua pihak harus ke sana arahnya," kata Prasetyo.

Tahun 2015, Kejaksaan Agung telah mengekskusi 14 terpidana mati dalam dua gelombang yakni gelombang I pada Januari dan gelombang II pada April lalu. Sejak 1979, Indonesia telah mengeksekusi sedikitnya 79 orang.

Saat ini, masih ada 121 terpidana mati lainnya yang masih was-was menanti keputusan jaksa soal eksekusi. Salah satu diantaranya adalah perempuan asal Filipina bernama Mary Jane Veloso.

Pada Selasa (13/10), Kejaksaan menuntut dua terdakwa pengedar narkotika jenis ganja sebanyak 145 kilogram dengan hukuman mati, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sementara itu, sedikitnya 200 buruh migran Indonesia di negara lain terancam hukuman mati. Mereka tersebar mayoritas di Arab dan Cina. (utd)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER