Semarang, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi yang semula didirikan untuk membantu Kepolisian dan Kejaksaan memberantas korupsi, dinilai Jaksa Agung M Prasetyo bisa berakhir masa kerjanya tanpa perlu menunggu 12 tahun seperti yang tertuang dalam draf revisi UU KPK usulan Dewan Perwakilan Rakyat.
“Kalau aparat hukum, dalam hal ini jaksa dan polisi, sudah bisa maksimal menangani korupsi, ya KPK tidak perlu sampai 12 tahun. Semua tergantung kebutuhan,” kata Prasetyo kepada CNN Indonesia usai membuka Seminar Pemberantasan Kejahatan Transnasional di Wisma Perdamaian Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/10).
Prasetyo tak sepakat dengan pandangan bahwa RUU KPK bertujuan untuk melemahkan KPK. Menurutnya, revisi sesungguhnya dalam rangkan sinergisitas antarlembaga penegak hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jaksa, polisi, dan KPK ingin bersinergi dalam memberantas korupsi sehingga tidak tumpang-tindih dan saling berbenturan,” kata Prasetyo.
Sejumlah pasal krusial dalam RUU KPK misalnya Pasal 5 yang menyebutkan, "KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan."
Pada pasal terakhir, DPR memberi tambahan redaksi yang mempertegas usia KPK bakal berakhir setelah 12 tahun UU tersebut diundangkan.
"Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan," demikian kutipan Pasal 73 yang menjadi penutup dari draf usulan revisi UU KPK.
Aturan lainnya yakni pada Pasal 42 RUU KPK terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Sebelumnya, lembaga antirasuah tak punya wewenang untuk menghentikan pengusutan kasus dalam masa penyidikan. Semua kasus yang disidik akan berujung pada meja hijau.
Hal lain yakni persoalan pembatasan penanganan perkara dengan kerugian negara Rp50 miliar. Padahal selama ini KPK berhak menangani perkara dengan batasan total transaksi korupsi Rp1 miliar. Aturan yang baru seakan membatasi penanganan perkara.
Sejak tahun 2004 hingga semester I tahun 2015, KPK berhasil menghelat penyelidikan 705 perkara, penyidikan 427 perkara, penuntutan 350 perkara, inkrah (berkekuatan hukum tetap) 297 perkara, dan eksekusi 313 perkara.
Total ada 45 anggota DPR yang menjadi inisiator revisi UU KPK, dengan rincian 15 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari NasDem, sembilan orang dari Golkar, lima orang dari Partai Persatuan Pembangunan, tiga orang dari Hanura, dan dua orang dari Partai Kebangkitan Bangsa.
(agk)