Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) The Jakmania Febrianto sebagai tersangka kasus dugaan provokasi melalui media sosial terkait penyelenggaraan final Piala Presiden di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Minggu (18/10).
"Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Subdit
Cyber Crime dan beberapa alat bukti yang cukup, saudara F kami tetapkan sebagai tersangka dan kami lakukan penahanan," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (20/10).
Iqbal menuturkan, barang bukti yang diamakan dari pemeriksaan dan penyelidikan terhadap Febrianto antara lain dokumen digital, laptop, telepon genggam dan keterangan penyidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Iqbal, sampai saat ini kepolisian sudah memriksa lima saksi terkait aksi provokasi dalam gelaran acara tersebut termasuk seorang berinisial D yang merupakan Koordinator Wilayah Jakmania Kemayoran.
"Kami akan dalami dan kembangkan lagi. Termasuk saudara D akan diperiksa untuk memastikan siapa lagi yang terlibat dalam aksi provokasi tersebut," ujar iqbal.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian sebelumnya mengatakan, Febrianto setidak-tidaknya mengetahui ada provokasi yang dianggap bisa memunculkan potensi rusuh dalam laga final Piala Presiden.
"Kami dapat informasi dari jalur IT oleh Tim Cyber, ada bukti permulaan setidak-tidaknya mengetahui," kata Tito di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (19/10).
Febrianto diamankan polisi setelah mengeluarkan pernyataan provokatif lewat akun Twitter pribadinya terkait pendukung Persib Bandung.
"Kalau menganggap final Piala Presiden di GBK takkan ada apa-apa, mungkin Anda bisa menyusul kawan Anda, Rangga," kata Febrianto dalam cuitannya pada 10 Oktober lalu.
Rangga adalah Bobotoh yang tewas diduga karena dikeroyok sejumlah oknum Jakmania di Gelora Bung Karno pada 2012.
Diberitakan sebelumnya, Febrianto dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 160 KUHP.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE menyebutkan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45 ayat 2 UU ITE menyatakan, setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 atau ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan Pasal 160 KUHP menyatakan, barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti ketentuan UU maupun perintah jabatan, diancam pidana penjara paling lama enam tahun.
(rdk)