Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles Panjaitan mengatakan pihaknya tengah menyiapkan peraturan teknis tata kelola gambut sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (kathutla).
"Belum ada peraturan menteri atau undang-undang yang secara teknis mengatur tata kelola gambut. Karenanya, sekarang sedang dibicarakan," kata Raffles saat ditemui di Jakarta, Rabu (21/10).
Salah satu kebijakan yang diambil, kata Raffles, adalah penutupan kanal di sekitar lahan gambut. Ia mengatakan setidaknya ada 21 kanal di lahan gambut yang sudah ditutup. Lahan tersebut, kata Raffles, sampai sekarang tidak terbakar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kanal tersebut dinilai perlu ditutup karena telah menyebabkan lahan gambut kering di musim kemarau karena air mengalir ke arah sungai ataupun laut.
Oleh karena itu, pada kanal-kanal yang terlanjur dibuat perusahaan akan dibuat sekat kanal agar membuat air tetap menggenangi lahan gambut. Pasalnya, gambut yang kering berpotensi besar terbakar.
"Kami menyiapkan zona drainase lahan gambut dan berharap pada 2016 sudah bisa diimplementasikan. Kami dorong agar gubernur minta masyarakat dan perusahaan buat sekat kanal," kata Raffles.
Selain itu, Raffles menilai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlidungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga harus dikaji ulang karena dinilai belum "bertaring" untuk membuat jera pelaku pembakar hutan dan lahan.
"Saat ini juga belum ada peraturan yang jelas mengatur bagaimana membuat kanal dan sekat kanal. Di peraturan menteri pertanian misalnya, diatur perusahaan yang pegang izin buka lahan boleh buat kanal untuk transportasi. Namun tidak ada aturan terkait penataan dan pengelolaannya," katanya.
Pemerintah pusat dan daerah belum sinergisRaffles mengklaim pihaknya telah bekerja keras mencegah dan menangani karhutla. Sayangnya, kata dia, pemerintah daerah belum sejalan dengan pemerintah pusat.
"Pemerintah (pusat) sudah maksimal tetapi pemda merespons dengan lambat. Di Jambi, misalnya, telah kami ingatkan pada 1 Agustus soal karhutla, tetapi baru 27 Agustus ada respons," katanya.
Selain itu, Raffles juga bercerita bahwa kebiasaan membuka lahan dengan cara dibakar telah dianggap wajar oleh masyarakat. Karenanya, banyak warga yang membakar hutan dengan sengaja.
"Kemarin itu misalnya, tim kami mau padamkan karhutla malah dimarahin warga karena mereka bilang mau menanam nanas. Soal karhutla ini harus disosialisasikan oleh pemda kepada masyarakat supaya paham," katanya.
Raffles mengatakan pihaknya akan menerapkan sistem insentif dan disinsentif kepada warga dan perusahaan di sekitar lahan yang rawan kebakaran. Warga yang bisa mencegah wilayahnya ternakar akan diberikan insentif berupa bantuan dan peralatan pertanian.
Sementara, perusahaan yang areal konsensinya tidak pernah terbakar dalam kurun beberapa tahun akan diberikan insentif berupa pengurangan pajak.
"Ini sudah dikoordinasikan di Kementerian Koordinator Perekonomian. Sudah dibahas di sana. Nanti kebijakan ini akan dituangkan dalam bentuk peraturan menteri atau peraturan pemerintah," katanya.
(obs)