Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah kewalahan menangani kobaran api pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan bencana kabut asap. Segala daya dan upaya diklaim telah digalakkan untuk memadamkan api. Namun ada satu langkah kebijakan yang hingga kini belum juga ditempuh pemerintah.
"Ada satu langkah yang belum dilakukan pemerintah, yakni menyatakan ini sebagai bencana nasional. Artinya kan kalau dibilang sudah tidak ada langkah, opsi ini belum diambil kok. Masih ada langkah," ujar legislator Komisi Kehutanan DPR Daniel Johan, Rabu (21/10).
Menurut Daniel, pemerintah selama ini enggan menyatakan status bencana nasional lantaran khawatir bisa jadi jalan pengampunan para pembakar lahan. Daniel menilai logika berpikir semacam itu keliru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah, kata Daniel, seharusnya membalik logika berpikir. Bencana nasional tersebut bisa dijadikan sebagai langkah untuk menjerat hukum para pembakar lahan.
"Karena ini adalah bencana yang disengaja, sehingga pelaku pembakaran yang menimbulkan bencana nasional ini harus ditangkap dan diberikan sanksi," ujar Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Dengan peningkatan status sebagai bencana nasional, kata Daniel, standar penanganan pun bakal berubah total. Seluruh elemen negara dan pemerintah dalam hal ini bakal mengerahkan upaya lebih maksimal mulai dari anggaran, sumber daya, hingga ruang yang lebih terbuka bagi negara lain untuk memberikan bantuan.
Apabila pemerintah masih kukuh tak mau menetapkan sebagai bencana nasional, maka Daniel mempertanyakan tanggung jawab pejabat eksekutif terhadap nasib rakyat yang saat ini kesulitan bernapas, bahkan sampai ada pula yang kehilangan nyawa.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan menyatakan, penanganan kebakaran hutan yang terjadi saat ini hanya bisa dipadamkan dengan menanti turunnya hujan. Daniel menilai pernyataan itu menapikan langkah terakhir yang bisa ditempuh pemerintah dengan jalan peningkatan status bencana nasional.
"Kalau untuk itu (hujan), anak Sekolah Dasar juga tahu. Tidak usah diomongin," kata Daniel.
Peningkatan status menjadi bencana nasional dianggap mendesak terlebih setelah kabut asap kembali menelan korban jiwa, Ramadhani Lutfi Aerli, bocah 9 tahun asal Pekanbaru, Riau.
Kolega satu partai Daniel yang duduk di Komisi II, Lukman Edy, merasa gerah dengan sikap pemerintah yang terkesan lamban dalam menangani persoalan kabut asap.
"Hasil rontgen paru-parunya dipenuhi asap. Bangsa berduka, pemerintah diam saja," kata Lukman.
Berdasarkan keterangan yang didapat dari orang tuanya, kata Lukman, Ramadhani menghabiskan waktu bermain di halaman rumah ketika sekolahnya diliburkan. Selesai bermain, Ramadhani masuk rumah dan kemudian meninggal.
Kalaupun pemerintah masih ogah menyatakan status bencana nasional, kata Lukman, setidaknya Menteri Kesehatan bisa bergerak turun ke lapangan untuk menangani persoalan kesehatan yang telah merusak pernapasan warga terdampak kabut asap.
"Ini sudah menjadi darurat kesehatan. Menteri kesehatan jangan lepas tangan," kata Lukman.
Menurut Lukman, beberapa hal konkret yang bisa ditindaklanjuti pemerintah melalui menteri kesehatan dalam menyikapi darurat kesehatan, antara lain mendirikan pos pelayanan kesehatan di wilayah terdampak asap, serta menggratiskan pengobatan kepada korban ISPA tanpa pengecualian.
"Kenapa semuanya bisa begitu abai. Bencana ini seharunya bisa mengetuk nurani bangsa dan empati pemerintah," kata politikus PKB itu.
(obs)