Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan tidak ada perbedaan dalam proses pergantian antar waktu anggota dewan yang terjerat tindak pidana khusus, baik yang tertangkap tangan atau tidak.
Ini disampaikannya menanggapi ditetapkannya Anggota DPR RI Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo menjadi tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada pada Selasa (20/10) malam.
Diketahui, beberapa hari sebelumnya Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem Patrice Rio Capella ditetapkan sebagai tersangka tanpa operasi tangkap tangan. Rio diduga menerima suap perkara dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak berbeda, yang penting semua harus dilengkapi. Ini sebenarnya tidak sulit," ucap Agus, Kamis (22/10).
Menurutnya, dipercepat atau tidaknya proses PAW bergantung pada partai politik. Agus mengatakan PAW sepenuhnya kewenangan partai dan fraksi. Di DPR proses PAW akan dilakukan setelah seluruh kriteria sesuai.
Kriteria yang dimaksud adalah adanya surat pemberhentian dari partai politik atau pengunduran diri dari anggota dewan kepada pimpinan. Selain itu, partai juga harus melampirkan surat rekomendasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Menurut undang-undang, yang dapilnya sama dengan Ibu Dewie dan memiliki jumlah suara tepat dibawahnya," tuturnya.
Politikus Partai Demokrat ini mengaku belum menerima surat pemecatan Dewie Limpo dari Fraksi Partai Hanura. Sementara itu, Partai NasDem telah memberikan surat pengunduran diri Rio yang diterima langsung Agus Hermanto pada 19 Oktober lalu, empat hari setelah Rio ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dana DPRD mengatur perbedaan antara anggota dewan yang terjaring operasi tangkap tangan dan tidak.
Itu berlaku dalam proses penyidikan. Di Pasal 245 ayat 1, UU MD3 mengatur pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan Mahkamah Kehormatan Dewan.
Namun, itu tidak diperlukan apabila anggota DPR tersebut tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau tindak pidana khusus.
Tetapi, Mahkamah Agung memutuskan agar persetujuan langsung diberikan presiden. Itu diputuskan setelah uji materi pasal tersebut beberapa waktu lalu.
Terkait Dewie, Sekretaris Jenderal Partai Hanura Berliana Kartasasmita tadi pagi mengatakan Dewie Yasin Limpo telah dipecat dari kepartaian. Secara otomatis, Dewie turut kehilangan status sebagai legislator Hanura di DPR RI.
Berliana menuturkan dalam pakta integritas. Kalau melanggar hukum, harus siap dikenakan sanksi pemecatan sesuai aturan dan sudah ditandatangani semua anggota partai.
Sekretaris Fraksi Hanura di DPR Dadang Rusdiana menegaskan pemberhentian itu telah secara otomatis terjadi sejak Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Dewie Limpo sebagai tersangka.
Adapun pemberhentian resmi nantinya bakal dilakukan melalui persidangan Badan Kehormatan Partai. Menurut Dadang, hasil sidang internal partai itu nantinya bakal dijadikan pertimbangan bagi Wiranto selaku Ketua Umum Hanura dalam menandatangani pemberhentian Dewie Limpo.
Dewie jadi tersangka kasus korupsi setelah terjaring dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh penyidik KPK. Dewie diduga telah menerima duit sebesar Sin$177.700 atau sekitar Rp1,7 miliar untuk pemulus pembahasan proyek pembangkit listrik di Papua.
Proyek itu rencananya bakal dibahas dalam rapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2016 untuk pos Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pembahasan dilakukan oleh pihak Kementerian dengan Komisi Energi DPR.
Atas perbuatannya, Dewie disangka melanggar pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
(bag)