Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat memberhentikan Dewie Yasin Limpo dari kepengurusan partai sekaligus keanggotaan di Dewan Perwakilan Rakyat. Meski pemberhentian belum dilakukan secara formal, secara substansi Dewie Limpo tidak lagi tergabung dalam kepengurusan Partai Hanura.
"Itu sudah ada di pakta integritas. Kalau melanggar hukum, harus siap kena sanksi pemecatan sesuai aturan. Itu sudah ditandatangani semua anggota partai," ujar Sekeretaris Jenderal Partai Hanura Berliana Kartakusuma, Kamis (22/10).
Sesuai aturan undang-undang, kata Berliana, jabatan yang ditinggalkan Dewie Limpo bakal diatur dalam pergantian antarwaktu. Hanura akan mengajukan kader partai dari daerah pemilihan yang sama dengan Dewie Limpo. Kader yang dipilih untuk menggantikan Dewie merupakan orang dengan perolehan suara tepat di bawah Dewie Limpo saat Pemilu Legislatif 2014.
Ketua Umum Hanura Wiranto, ujar Berliana, menyesalkan terjeratnya anggota partainya dalam kasus suap. Apalagi korupsi dipandang sebagai kejahatan kemanusiaan dan bertentangan dengan doktrin hati nurani yang selama ini ditanamkan Wiranto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beliau juga yang menyampaikan, siapa pun anggota Hanura yang melanggar hukum diberhentikan karena itu artinya melanggar janji sendiri," kata Berliana.
Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana menegaskan pemberhentian itu telah secara otomatis terjadi sejak Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Dewie Limpo sebagai tersangka.
Adapun pemberhentian resmi bakal dilakukan melalui persidangan Badan Kehormatan Partai. Menurut Dadang, hasil sidang internal partai itu nantinya akan dijadikan pertimbangan bagi Wiranto selaku Ketua Umum Hanura dalam menandatangani pemberhentian Dewie Limpo.
"Jadwal sidang masih diatur. Kami berharap bisa dilakukan secepatnya. Kalau memungkinkan, hari ini juga kami lakukan. Bergantung kesepakatan pengurus," kata Dadang.
Dewie jadi tersangka kasus korupsi setelah terjaring dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh penyidik KPK. Dewie diduga telah menerima duit sebesar Sin$177.700 atau sekitar Rp1,7 miliar sebagai pemulus pembahasan proyek pembangkit listrik di Papua.
Proyek itu rencananya bakal dibahas dalam rapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016 untuk pos Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pembahasan dilakukan antara Kementerian dengan Komisi VII Bidang Energi DPR –komisi tempat Dewie bertugas.
Atas perbuatannya, Dewie disangka melanggar Pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(agk)