Jakarta, CNN Indonesia -- Kebakaran hutan dan lahan diiringi kemunculan kabut asap tak kunjung hilang dari sejumlah daerah di Indonesia. Usulan pembentukan sebuah lembaga baru untuk menangani kebakaran pun tiba-tiba muncul ke permukaan.
Namun usul tersebut tidak disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK). Menurut Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani, yang lebih penting adalah penguatan aspek yang saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah.
"Yang terpenting bukanlah membentuk lembaga baru tapi menguatkan sejumlah aspek lembaga yang ada," kata Roy, sapaan Rasio Ridho Sani, Sabtu (24/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roy mengatakan, penguatan lembaga menjadi pilihan paling pas dan lebih baik dibanidngkan membentuk lembaga baru yang membutuhkan waktu lebih panjang. Saat ini, lembaga-lembaga yang terjun langsung untuk menyelesaikan masalah kebakaran hutan/lahan di antaranya adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan KemenLHK.
Di samping itu juga ada sejumlah kementerian dan lembaga lain yang juga membantu penanganan pemadaman ataupun penanganan dampak kebakaran.
"Ini bukan saatnya membicarakan lembaga baru, tapi memperkuat serta melakukan kolaborasi antar semua lembaga," ujarnya.
Roy menegaskan bahwa yang paling penting saat ini adalah upaya pemerintah bisa segera mengatasi masalah kebakaran hutan.
Pengawasan Izin BaruKebakaran hutan dan lahan yang sebelumnya terjadi di wilayah barat Indonesia mulai menyebar ke wilayah timur, tepatnya di sekitar Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pun turut mengomentari perihal kebakaran yang semakin meluas tersebut.
Menurut Manager Divisi Kampanye Walhi Nur Hidayati, seharusnya pemerintah bisa memprediksi kebakaran yang terjadi di wilayah Indonesia. Apalagi mayoritas kebakaran disebabkan oleh mereka yang tak bertanggung jawab.
"Sebenarnya sudah bisa diduga jika kemarin pemerintah menyadari praktek buruk para perusahaan," kata Hidayati.
Menurut Hidayati, perusahaan pasti memiliki standar operasional prosedur saat membuka lahan, salah satunya dengan melakukan pembakaran dengan pertimbangan biaya lebih murah.
Oleh sebab itu, pemerintah diminta lebih antisipatif dengan melakukan monitoring terhadap lokasi yang merupakan lahan ekspansi perkebunan. "Monitorng dilakukan terhadap izin-izinnya dan dilakukan secara seksama," kata Hidayati.
"Lihat saja di mana ada perizinan baru mereka pasti akan melakukan pembersihan lahan dan itu rawan terjadi pembakaran."
Untuk kondisi di wilayah Indonesia Timur, berdasarkan data satelit Terra Aqua, terdapat 819 titik api yang mayoritas terdapat di Provinsi Papua.
"Untuk Papua ada sekitar 584 titik api ya, sementara Papua Barat ada 48 titik," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Sutopo Purwo Nugroho, Rabu (21/10).
Sementara untuk penyebaran api di lokasi lain, Sutopo mengungkapkan Maluku terdeteksi memiliki 88 titik api, Maluku Utara 36 titik api, Nusa Tenggara Timur 13 titik, Nusa Tenggara Barat 11 titik, Sumatera Selatan 23 titik, Sulawesi Barat sembilan titik, Sulawesi Tengah enam titik, dan Sulawesi Utara satu titik.
"Sebaran asap juga meluas, kondisi cuaca kering sehingga kebakaran hutan/lahan berpotensi makin meningkat," ujarnya.
(rdk)