Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Jokowi menyatakan tak bakal memberikan izin baru untuk membuka lahan gambut yang menyebabkan kebakaran hutan dan kabut asap. Selama ini, pembukaan lahan gambut menjadi ladang basah bagi para pejabat daerah untuk melakukan korupsi.
Modusnya, status lahan gambut yang terletak di kawasan hutan dialihfungsikan agar dapat ditanami sawit atau digunakan untuk pertambangan. Status hutan pun beragam, mulai dari Hutan Lindung hingga Hutan Tanaman Industri.
Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Aji mengatakan lembaganya telah melakukan penindakan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan beberapa tahun belakangan ini.
"Tidak sedikit korporasi yang terkait izin usaha perkebunan bermasalah, dan menjadi tugas KPK atau aparat penegak hukum memberi pandangan hukum atas kelalaian ini semua," kata Indriyanto kepada CNN Indonesia, Jumat (23/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun lalu, KPK mencokok Gubernur nonaktif Riau Annas Maamun atas sangkaan penerimaan suap dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali Emas Manurung. Duit pelicin Rp2 miliar diberikan Gulat untuk mengalih fungsi kawasan hutan.
Kawasan hutan "rakyat miskin" diubah fungsinya menjadi perkebunan sawit di daerah Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare. Kawasan hutan tersebut berstatus Hutan Tanaman Industri dan ingin dialihkan menjadi Areal Penggunaan Lain agar dapat ditanami sawit.
Annas Maamun kemudian dijebloskan ke penjara selama enam tahun, sedangkan Gulat Manurung mendapat ganjaran 3,5 tahun bui.
Twit Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Bencana Sutopo Purwo Nugroho yang memperlihatkan tunas sawit tumbuh di bekas lahan terbakar. (Twitter @Sutopo_BNPB) |
Terkait pencegahan, KPK melalui kajiannya mengklaim telah menyelamatkan kerugian negara Rp10 triliun di sektor sumber daya alam. "Peran kedeputian pencegahan KPK sangat signifikan di sektor penyelamatan SDA. Misal terkait izin usaha pertambangan, pajak, dan lainnya, perkiraan penyelamatan mencapai sekitar Rp10 triliun," kata Annas.
KPK juga menemukan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor kehutanan seperti produksi kayu bulat, belum optimal masuk kas negara. Kajian penelitian KPK bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan mencatat potensi kas negara yang tak masuk mencapai Rp60 triliun dalam kurun waktu 12 tahun.
Sejauh ini, Indriyanto berpendapat KPK telah cukup menindak sejumlah korupsi dan menekankan pencegahan melalui pembenahan sistem. Pembenahan sistem ini akan menjadi salah satu poin penting dalam aktivitas komisi antirasuah lima tahun ke depan.
Kerugian ratusan triliunKoodinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Adnan Topan bercerita, korupsi hutan menjadi modus yang marak dilakukan pejabat daerah. "Misal izin Hak Penguasaan Hutan, izin tambang, dan izin penggunaan lahan dari hutan lindung diubah jadi properti, sering diperlukan pelicin," kata Adnan.
ICW mencatat modus lainnya yakni tidak membayar dana reklamasi, menggunakan broker untuk mengurus perizinan ke penyelenggara negara, menggunakan proteksi dari oknum penegak hukum, dan memanfaatkan posisi sebagai penyelenggara negara untuk perusahaan pribadinya.
Data ICW menyebutkan Indonesia berpotensi merugi hingga Rp201,82 triliun. Jumlah tersebut ditemukan di beragam wilayah seperti biaya reklamasi lahan di kawasan Bangka yang tak dibayar sebanyak Rp200,75 triliun.
Sederetan ruislag (tukar-menukar) yang merugikan negara juga berpotensi ditemukan di kawasan hutan lindung Bukit Dingin, Sumatra Selatan, sebesar Rp36,6 miliar; di kawasan Suaka Marga Satwa Dangku, Sumatra Selatan sebanyak Rp118,32 miliar; dan di kawasan hutan produksi Kabupaten Berau, Kalimantan Timur senilai Rp241,04 miliar.
Sejumlah Rp58,7 miliar dan Rp11,14 miliar juga berpotensi menguap akibat korupsi ruislag di Kawasan Ekosistem Lauser, Aceh; dan Nusa Tenggara Timur. Sementara di kawasan pasir besi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, juga diperkirakan akan merugikan negara sekitar Rp600 miliar.
Mengulik regulasiDi satu sisi, kewenangan komisi antirasuah untuk mengusut korupsi dinilai telah dipangkas melalui UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Dalam UU tersebut, presiden berwenang membentuk sebuah lembaga untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana kehutanan.
Koalisi Anti-Mafia Hutan yang terdiri dari berbagai organisasi menilai tugas lembaga baru tersebut justru menutup langkah KPK dalam memberantas korupsi di sektor kehutanan. "Alasannya, isu kehutanan lebih khusus (lex spesialis) daripada isu korupsi. Dari kewenangan ini, pelaku korupsi memiliki dalih agar perkaranya menjadi perkara perusakan hutan (alih-alih korupsi)," ujar peneliti hukum sektor kehutanan Auriga, Syahrul Fitra.
Pidana yang ringan berupa denda alih-alih penjara menjadi modus koruptor berkelit dari jeratan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melalui UU P3H.
Selain itu pada tahun 2012, muncul dua regulasi yang dinilai telah memutihkan kesalahan pemberian izin tersebut. Regulasi tersebut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 dan PP Nomor 61 Tahun 2012. Kedua regulasi itu memberikan ruang legislasi terhadap izin perkebunan dan pertambangan yang diterbitkan dengan melanggar hukum selama enam bulan hingga Desember 2012.
Koalisi Anti-Mafia Hutan mencatat terdapat sedikitnya 27 perusahaan di empat kabupaten di Provinsi Riau yang masih memiliki persoalan izin kawasan hingga saat ini, yakni Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, dan Siak.
Koalisi Anti-Mafia Hutan juga menemukan lima peraturan daerah yang dinilai melegalkan korupsi sektor kehutanan. Lima perda yang bermasalah yakni Qanun Nomor 14 Tahun 2002 tentang kehutanan Provinsi Aceh, Qanun Nomor 15 Tahun 2002 tentang perizinan kehutanan Provinsi Aceh, Perda Sumatra Selatan Nomor 12 Tahun 2013 tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara, Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara Kabupaten Musi Rawas, serta Perda Nomor 12 Tahun 2013 tentang pertambangan mineral dan batubara Kota Samarinda.
Anggota Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Aradila Caesar mengatakan, "Dari kelima perda yang dieksaminasi, secara keseluruhan memiliki potensi korupsi yang cukup besar karena diskresi atau luasnya kebijakan kepala daerah dalam mengelola kekayaan daerah."
Qanun Nomor 14/2012 merumuskan kewenangan gubernur melalui Keputusan Gubernur untuk menetapkan pengelolaan kawasan hutan. Peraturan tersebut berpotensi membuka peluang terjadi kolusi yang bermuara pada praktik korupsi penyelenggaraan perencanaan kehutanan di Aceh.
Selain itu, Qanun Nomor 15/2002 dinilai berpotensi merusak kawasan hutan dan fungsi hutan. Adanya potensi transaksi perizinan oleh pejabat menjadi salah satu fokus. Sementara sejumlah pasal dalam Perda Musi Rawas memberikan ruang kebijakan yang terlalu khas bagi kepala daerah tanpa mekanisme pengawasan.
Dalam Perda Sumatra Selatan, sejumlah pasal dinilai membuka peluang transaksi Wilayah Izin Usaha Pertambangan lantaran adanya permohonan dan nihilnya verifikasi terhadap kepemilikan dari pemohon. Sedangkan Perda Kota Samarinda memberikan celah adanya pungutan liar pada Surat Keterangan Asal Barang yang dinilai tidak berdasar hukum.
Perlindungan gambutSyahrul Fitra mengatakan perlunya tindakan tegas pemerintah atas pembukaan lahan gambut. Aturan melalui Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut perlu dioptimalkan.
"Kehadiran PP ini menjadi harapan perlindungan ekosistem gambut yang selama ini rusak akibat aktivitas perusahaan-perusahaan terutama HTI/HPH dan perkebunan," kata Syaiful.
Kendati demikian, masih ada celah yakni minimnya sanksi yang diberikan, dalam mengatur penanggulangan dan pemulihan kerusakan gambut. Untuk itu Koalisi Anti-Mafia Hutan mendesak penambahan sanksi yang kuat seperti pemindahan beban biaya mitigasi dan pemulihan lahan dari pemerintah kepada pelaku usaha.
Jokowi pun diminta berani menindak tegas pelaku usaha yang membakar hutan untuk membuka lahan gambut.
(agk)