Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, luas area kebakaran huan dan lahan (karhutla) yang terjadi tahun 2015 sudah setara dengan 32 kali wilayah Provinsi DKI Jakarta atau empat kali Pulau Bali.
Pernyataan tersebut ia dasarkan pada data Terra Modis per 20 Oktober lalu. Total hutan dan lahan yang terbakar sudah sebesar 2.089.911 hektare.
Sutopo memaparkan, luas area tersebut sebenarnya belum setara dengan sebaran karhutla tahun 1997. Meski demikian, karhutla tahun ini lebih parah dibandingkan bencana 18 tahun silam tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jumlah lahan yang terbakar memang lebih luas tahun 1997, tapi dampak ekonomi dan jumlah korban jiwa lebih besar tahun ini," ujar Sutopo di Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana BNPB, Jakarta, Jumat (30/10).
Hingga 20 Oktober, BNPB mencatat lahan gambut yang terbakar paling banyak terjadi di Kalimantan dengan luas 267.974 hektare. Provinsi Kalimantan Tengah menyumbang besaran lahan gambut terbakar terbanyak dengan 196.987 hektare. Kebakaran gambut itu paling banyak terjadi Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur.
Menyusul Kalimantan, Sumatra berada di posisi kedua sebagai pulau yang lahan gambutnya paling banyak terbakar, yaitu 267.974 hektare. Lahan gambut yang dilahap api di Sumatra Selatan mencapai 144.410 hektare. Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki titik api terbanyak di wilayah tersebut.
Tidak hanya terjadi di Kalimantan dan Sumatra, kebakaran gambut juga terjadi di Papua, yakni seluas 31.214 hektare. Provinsi Merauke, Mappi, dan Boven Digul menyumbang titik api terbanyak di Papua.
Menurut data BNPB, karhutla tahun 2015 sebenarnya tidak didominasi lahan gambut. Lahan non-gambut yang terbakar hingga 20 Oktober lalu telah mencapai 1.471.337 hektare.
Kerugian Rp20 TriliunSutopo memperkirakan, kerugian negara akibat karhutla tahun ini sudah lebih dari Rp20 triliun. Angka tersebut menurutnya, hanya mencakup kerugian akibat karhutla di Riau dalam tiga bulan terkahir.
Dalam menangani karhutla, hingga hari ini BNPB telah menghabiskan dana sebesar Rp500 miliar. Dana tersebut terbagi untuk dana penyewaan pesawat dan helikopter, pelaksanaan hujan buatan, pengerahan personel hingga aktivasi posko.
Sutopo menuturkan, lembaganya mengambil alokasi dana siap pakai BNPB untuk menangani karhutla. "Tahun 2015 kami ada dana on call Rp2,5 triliun. Itu untuk penanganan bencana di seluruh Indonesia. Sampai saat ini, data itu masih mencukupi," ujarnya.
Jika dibandingkan dengan kerugian negara akibat korupsi, angka Rp20 triliun hanya dalam tiga bulan terakhir dan cuma di Riau itu cukup besar. Dilansir dari data Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rata-rata menyidik 15 kasus korupsi selama periode 2010-2014. Kerugian negara dalam kurun waktu itu Rp1,1 triliun.
Selama semester I tahun 2015, KPK disebut menyidik 10 kasus korupsi dengan kerugian negara dan kasus suap Rp106,4 miliar. KPK berkontribusi sebesar 30 persen terhadap total kerugian negara kasus korupsi yang dibongkar aparat penegak hukum di seluruh Indonesia.
Nilai kerugian negara dalam kasus korupsi yang disidik aparat penegak hukum rata-rata sekitar Rp2,7 triliun. Pada semester I tahun ini, kerugian negara dari kasus yang disidik aparat di seluruh Indonesia sebesar Rp1,2 triliun.
(rdk)