Telat Bangun Infrastruktur Bantargebang, Pengelola Dapat SP1

Eky Wahyudi | CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2015 15:18 WIB
Pembangunan sarana dan prasana yang tidak dilakukan dua perusahaan pengelola Bantargebang dianggap Pemprov Jakarta sebagai kelalaian.
Para petugas kebersihan DKI Jakarta membersihkan sampah sungai di Kali Kwitang, Jakarta, Selasa (3/10/2015). (Detik Foto/Ari Saputra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah memberikan surat peringatan pertama (SP1) kepada PT Godang Tua Jaya (GTJ), perusahaan pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Peringatan diberikan karena pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana tidak dibangun tepat waktu.

Berdasarkan kesepakatan kontrak Nomor: 5028/ 1799.21 tanggal 5 Desember 2008 diketahui GTC dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (PT NOEI) selaku perusahaan pengelola sampah diberikan waktu hingga 2011 untuk membangun sarana dan prasarana TPST Bantargebang.

“Yang jadi kewajiban pengelola seperti sanitary land fill, gasifikasi harusnya 2011 sudah selesai tapi ternyata hingga 2015 tidak selesai," kata Isnawa Adji, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, ketika ditemui di kantornya, Rabu (4/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal menurut Isnawa, Dinas Kebersihan memberikan tipping fee berdasarkan jumlah sampah yang dikirim kepada perusahaan tersebut. Dia mengatakan, pembangunan sarana dan prasarana yang tidak dilakukan tersebut sebagai kelalaian.

"Itu kelalaian mereka, seharusnya mereka manfaatkan dana yang diberikan untuk mencicil pembangunan infrastruktur sehingga bisa tepat waktu," ujarnya.

Menurut Isnawa, jika semua infrastruktur di TPST Bantargebang selesai pada 2011, maka pengelolaan sampah akan jauh lebih baik dan perusahaan tersebut tidak dianggap wanprestasi.

Isnawa mengatakan hingga saat ini SP 1 tersebut belum direspons oleh kedua perusahaan tersebut. Meskipun begitu, diketahui kedua perusahaan tersebut menggaet Yusril Ihza Mahendra dalam menggugat perkara ini.

"Silakan mereka melakukan seperti itu (gugatan). Tapi kami juga punya bukti dasar dari hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Jadi, nanti kami akan didampingi oleh BPK," ujarnya.

Menurut Isnawa, Pemprov mempunyai jangka waktu hingga 10 Januari 2016 untuk memberikan SP 3 yang berarti pemberhentian operasional bagi GTJ dan PT NOEI. Pemprov DKI Jakarta akan mengelola secara maunder (swakelola) TPST Bantargebang.

"Kami akan membuat perencanaan bila harus ambil alih. Banyak aspek yang perlu dipikirkan seperti anggaran untuk penyediaan personel, alat berat dan pembangunan sarana dan prasarana," ujarnya.

Isnawa berjanji akan memberdayakan masyarakat sekitar jika harus mengelola TPST Bantargebang, salah satunya dengan menjadikan warga sebagai Pekerja Harian Lepas (PHL) dengan upah minimum Jakarta sebesar Rp3,1 juta.

Isnawa menjelaskan, dari luas lahan 110 hektare di TPST Bantargebang, seluas 100 hektare di antaranya merupakan milik Pemprov DKI Jakarta. Sementara 10 hektare milik PT GTJ dan PT NOEI. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER