Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Biro Humas dan Pemberitaan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat, Djaka Dwi Winarko, memastikan pelaksanaan pembangunan gedung baru parlemen akan transparan dan terbuka kepada publik.
Djaka mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengawasi jalannya pembangunan gedung. Pihak konsultan pengawas, sesuai kontrak juga turut terlibat.
Dari pihak lain, dia juga menyarankan agar kelompok masyarakat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengawasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teman-teman LSM, media, KPK disarankan mengawasi. Kita sangat terbuka. Jadi, proyek ini kita tidak ikut-ikutan teknisnya," kata Djaka di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (5/11).
Lebih lanjut, Djaka mengatakan, masyarakat dapat melihat maket desain pembangunan gedung baru parlemen, yang sayembaranya dimenangkan oleh arsitek Gregorius Supie yang tergabung dalam Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) melalui penilaian dari tim IAI Jakarta.
"Nanti tanggal 30 November ada maketnya, yang memenangkan sayembara desain akan menjelaskan seperti apa," ujar Djaka.
Djaka menyatakan, dari tujuh proyek yang dicanangkan, pembangunan gedung untuk ruang anggota dewan, akan menjadi pekerjaan pertama yang akan dilakukan pada tahun 2016 mendatang.
Nantinya, gedung akan dibangun di samping Gedung Nusantara I, yang kini difungsikan sebagai ruang anggota dewan.
Djaka juga menjelaskan, untuk tahap awal ini, pihak Setjen DPR akan menggunakan anggaran sekitar Rp 570 miliar yang telah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Sedangkan, total keseluruhan tujuh proyek mencapai Rp 1,6 triliun dengan menggunakan anggaran multiyears.
Sementara, untuk keseluruhan proyek atau tujuh pembangunan gedung parlemen yang direncanakan, Djaka mengatakan pada tahun 2018, ditargetkan selesai.
"Kalau perhitungan Kementerian Pekerjaan Umum, total tujuh proyek itu akan menghabiskan Rp 1,6 Triliun," kata Djaka.
Selain itu, Djaka juga memastikan tidak ada fasilitas mewah bagi anggota dewan dalam proyek pembangunan gedung ini. "Tidak ada. Benar-benar disediakan fasilitas dewan bekerja yang didampingi lima staf. Kalau bekerja sampai malam, ada tempat untuk istirahat sebentar," kata Djaka.
Sementara itu, anggota Badan Anggaran DPR, Syaifullah Tamliha mengatakan pembangunan gedung baru untuk anggota dewan telah mendesak, dengan melihat kondisi saat ini yang sudah kelebihan kapasitas.
Politikus Senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga berharap agar anggaran yang dibelanjakan dalam proyek pembangunan gedung baru dilaksanakan secara transparan dan dapat diawasi semua pihak.
"Semua diminta mengawasi. KPK, Jaksa, Kepolisian, dilibatkan untuk mengawasi, mengawal gedung agar anggaran benar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," Tamliha.
Meski demikian, Tamliha tak sependapat terkait pembangunan alun-alun demokrasi yang masuk ke dalam rencana tujuh proyek parlemen. Sebab menurutnya, kompleks parlemen merupakan kawasan hijau.
Selain itu, Tamliha juga melihat pembangunan alun-alun demokrasi yang ditujukan untuk penyampaian aspirasi ini, justru tidak efektif dan menimbulkan kerawanan saat aksi demonstrasi berjalan ricuh.
"Kalau orang sudah membludak jangan-jangan pimpinan DPR bisa disandera,"
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR, Roem Kono, sebelumnya menyatakan, pembiayaan gedung baru bakal dilakukan secara bertahap. Pengadaan fasilitas ruang kerja anggota dewan itu menjadi satu bagian paket megaproyek multiyears penataan kompleks parlemen modern.
"Jadi Rp740 miliar itu tidak cukup karena kita akan multiyears," kata Roem Kono saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (3/11).
Lagi pula, kata Roem, anggaran Rp740 miliar yang dialokasikan untuk pembangunan gedung baru dalam APBN 2016 itu kini mendapat pemangkasan sekitar Rp 175 miliar. Sehingga dana yang bakal dikucurkan untuk hajat proyek DPR tahun depan diperkirakan cair sekitar Rp 565 miliar.
(meg)