Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menyesalkan langkah pemerintah provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan izin reklamasi pantai Pulau G, Jakarta Utara. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) didesak menunda mega proyek tersebut.
Nirwono mengatakan pemerintah DKI Jakarta lempar tanggung jawab dari masalah-masalah yang jauh lebih mendesak untuk segera diselesaikan daripada memberi izin proyek reklamasi.
“Harusnya jangan memberi izin reklamasi tapi tanggung jawab dulu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah yang selama ini menumpuk dan harus dituntaskan,” kata Nirwono kepada CNN Indonesia, Jumat (6/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nirwono menyebukan berbagai masalah yang di depan mata dan harus cepat dirampungkan misalnya membersihkan 13 sungai yang tercemar limbah, mengatasi rob di pantai utara Jakarta, dan menambah panjang kawasan hutan mangrove di pesisir ibu kota.
“Itu dulu yang seharusnya diselesaikan, fokus, bukan malah mengizinkan membangun proyek reklamasi di kawasaan Pluit,” ujar Nirwono. “Pemprov DKI langsung melompat jauh padahal banyak PR yang lebih dulu mesti dituntaskan,” lanjut dia.
Menurut Nirwono tak ada alasan yang mendesak untuk memulai proyek reklamasi. “Seharusnya untuk pembangunan reklamasi moratorium dulu, kaji ulang dulu,” kata Nirwono.
Nirwono melihat belum ada urgensinya untuk mereklamasi pantai Jakarta saat ini. Masalah kekurangan lahan yang dijadikan salah satu alasan perlu reklamasi, menurut Nirwono, tidak sepenuhnya benar. Bakal adanya penambahan 17 pulau dari hasil reklamasi dinilai bukan solusi tepat mengatasi kekuarang lahan. (Baca:
Izin Reklamasi Tuntas, Agung Podomoro Siap Bangun Pulau Baru)
“Selama ini pemprov salah dalam melakukan tata kelola lahan. Kawasan yang dibentuk horizontal bukan vertikal. IMB-IMB diberikan untuk setiap pembangunan yang horizontal,” tutur dia.
Begitu pun alasan reklamasi dengan membangun tanggul raksasa untuk bisa menjadi tempat penampungan air sebagai penyedia air bersih bagi warga Jakarta. “Itu juga tidak benar, salah satu skenario dari reklamasi yaitu membangun tanggul raksasa terkait penyediaan air bersih,” kata Nirwono.
Nirwono mengingatkan bahwa Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) telah menyebutkan sebanyak 90 persen sungai di Jakarta airnya sudah tercemar limbah. “Sebanyak 13 sungai yang bermuara di pantai Jakarta dan airnya akan ditampung oleh tanggul raksasa sudah tercemar. Makanya harusnya pemprov sekarang ini membebaskan air sungai dari pencemaran bukan malah mengizinkan reklamasi dan pembangunan tanggul raksasa,” ujarnya.
Dengan begitu, lanjut Nirwono, nantinya malah pembangunan tanggul tidak bermanfaat dan menimbulkan masalah baru karena air yang akan ditampung dari sungai-sungai sudah tercemar limbah berbahaya.
Alasan lain tidak perlunya reklamasi yaitu proyek raksasa tersebut bakal merusak hutan mangrove yang saat ini jumlah luas areanya sudah menyusut tajam. “Tadinya panjang hutan mangrove di pesisir Jakarta mencapai 32 kilometer tapi sekarang tinggal sepanjang 3 kilometer,” ungkapnya.
Nirwono memastikan hutan mangrove yang tinggal tersisa sedikit itu bakalan rusak terdampak pembangunan reklamasi. “Seharusnya pemprov menambah luas lahan mangrove tapi ini malah bakal merusak yang ada,” ujarnya. (Baca:
Proyek Reklamasi Pulau G Dinilai Rusak Lingkungan)
Dia menambahkan gagasan proyek reklamasi sudah mencuat sejak zaman Gubernur Sutiyoso dan Fauzi Wibowo namun tidak ada yang merealisasikan. Baru di era Gubernur Ahok izin reklamasi bisa terbit.
(obs)