Jakarta, CNN Indonesia -- Lawatan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat dituding menggunakan jasa para pelobi untuk bisa mendapat akses ke Gedung Putih, para pejabat Washington dan bertemu Presiden Barack Obama. Konsultan lobi ini dikabarkan harus ditebus pemerintah Indonesia US$80.000.
Pengamat dari Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia Ronny Bishri mengatakan, sulit rasanya untuk urusan government to government menggunkan jasa lobi swasta. Pasalnya, secara diplomatis hal itu tidak etis.
"Untuk urusan pemerintah dengan pemerintah, mereka punya pelobi sendiri kan punya hubungan diplomatis. Biasanya yang urusan seperti ini pak Luhut (Luhur Pandjaitan), selaku Menkopolhukam," kata Ronny kepada CNN Indonesia, Senin (9/11).
Meski lobi legal di negeri Paman Sam, namun biasanya jasa lobi dilakukan untuk urusan negara terhadap swasta atau bisnis. Selain itu, lobi biasanya dilakukan oleh suatu negara atas kebijakan senator terkait dalam isu-isu yang menjadi kepentingan negara dan dibahas oleh para senator.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lobi itu biasanya G to B, atau ke senator. Dulu Indonesia pakai pelobi soal Papua ke senator di Washington untuk merubah kebijakannya di Senat AS, atau bisa ke kongresmen," ujar Ronny.
Terkait dengan pertemuan Jokowi-Obama, Ronny menilai hal itu semacam pertemuan bilateral antara pemerintahan. "Sulit rasanya jika memang ada lobi yang dilakukan langsung untuk bertemu dengan presiden (Obama), karean secera aturanm pertemuan diatur secara ketat dalam administrasi Gedung Putih."
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membantah pihaknya menggunakan jasa pelobi dalam mengatur kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat pada akhir Oktober lalu.
"Kemlu tidak menggunakan 'lobbyist' (pelobi) atau tidak membayar 'lobbyist' (pelobi) dalam mempersiapkan kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika," kata Retno dalam konferensi pers di Jakarta seperti dilansir dari Antara, Sabtu (7/11) sore.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu RI untuk membantah berita yang beredar bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke AS difasilitasi oleh pelobi asing.
Retno juga menegaskan bahwa persiapan kunjungan tersebut diatur oleh pejabat dan menteri terkait secara resmi dan formal dengan melalui berbagai rapat, baik dengan Pemerintah AS maupun di internal pemerintah RI.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama tidak disusun oleh pihak ketiga atau konsultan public relation manapun.
Luhut berkata, undangan kunjungan kenegaraan tersebut sesungguhnya telah disampaikan Obama kepada Jokowi secara langsung pada forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Beijing, November 2014 silam.
"Jadi tidak ada urusan dengan broker," ucap Luhut kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (9/11).
Luhut memaparkan, awalnya pemerintah AS mengusulkan pertemuan kedua pemimpin negara itu diselenggarakan Juni lalu. Namun, usulan tersebut mental karena Jokowi harus menikahkan putra pertamanya, Gibran Rakabuming.
Usul kedua menyebutkan, pertemuan Jokowi dan Obama sebaiknya dilaksanakan Juli 2015. Luhut berkata, usulan tersebut kembali tidak terlaksana karena bertepatatan dengan hari raya Idul Fitri.
Setelah dua usulan waktu tersebut gagal, akhirnya perwakilan kedua pemerintah sepakat, pertemuan antara Jokowi dan Obama akan dilakukan pada Oktober 2015.
Sebelumnya beredar sebuah artikel yang mengungkapkan adanya kontrak penggunaan jasa lobi oleh perusahaan konsultan asal Singapura Pereira International PTE LTD kepada perusahaan jasa lobi asal Las Vegas R&R Partners Inc.
Artikel tersebut ditulis dan dipublikasikan oleh seorang dosen Ilmu Politik Asia Tenggara, Michael Buehler dari School of Oriental and African Studies di London pada Jumat (6/11) melalui situs https://asiapacific.anu.edu.au.
Dalam artikel tersebut dikutip data dari dokumen Kementerian Kehakiman Amerika Serikat pada 17 Juni 2015, terkait kesepakatan kerja sama antara Pereira International PTE LTD dan R&R Partner's Inc.
Dengan demikian, R&R Partner's Inc berperan sebagai konsultan bagi para pejabat Indonesia supaya mendapatkan akses ke Washington dalam rangka kunjungan Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat.
(pit)