Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung M Prasetyo berharap agar masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada 1965 bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah, tanpa campur tangan pihak lain atau asing.
"Kita sendiri sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah ini, namun tidak seperti halnya dengan ini, kan banyak hal yang diajak bicara, yang dipersiapkan," ujar Prasteyo di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (10/11).
Ia menambahkan, "Kita mengharapkan bahwa masalah kita, kita selesaikan sendiri, tidak harus ada campur tangan pihak lain. Tapi, yang pasti, kita akan selesaikan dengan seperti yang selama ini kita laksanakan."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Prasetyo itu terkait akan digelarnya sidang maraton Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 yang terjadi di Indonesia atau International People’s Tribunal (IPT) 1965 pada hari ini di Den Haag, Belanda. Sidang rakyat itu rencananya bakal diselenggarakan selama empat hari hingga Jumat (13/11).
Menurut Prasetyo selama ini pemerintah menawarkan pendekatan nonyudisial, karena tragedi tersebut terjadi puluhan tahun yang lalu, sehingga akan sulit untuk mendapatkan bukti-bukti dan saksi-saksinya. Sementara negara sendiri, tuturnya, tidak mau tersandera dengan beban masa lalu.
"Ada tidak yang bisa mencari bukti-bukti dan saksi-saksinya? Sementara untuk mengajukan perkara ke persidangan pengadilan itu semuanya harus lengkap, konstruksinya harus jelas dan sempurna. Kalau tidak, suatu hal yang tidak mungkin dilaksanakan. Ini harus dimengerti," katanya.
Prasetyo lantas menyarankan agar pihak-pihak yang mempertanyakan untuk melakukan pengecekan langsung ke Komisi Nasional HAM yang telah melakukan investigasi untuk perkara-perkara pelanggaran HAM berat.
"Sementara kalau hasil penyelidikan lengkap baru ditingkatkan ke penyidikan oleh Jaksa Agung. Nah sekarang ini penyelidikannya pun masih belum lengkap. Ini banyak pihak yang belum memahami, maunya dibawa ke persidangan," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Kampanye Kantor Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik, Josef Roy Benedict, menjelaskan bahwa militer Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto telah meluncurkan serangan terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan yang diduga simpatisan. Selama dua tahun berikutnya, dilaporkan bahwa sekitar 500 ribu hingga sejuta orang tewas.
Sebuah investigasi yang dilakukan oleh Komisi Nasional HAM Indonesia juga mendapati bahwa telah terjadi pelanggaran HAM lain, termasuk penyiksaan, penghilangan paksa, pemerkosaan, perbudakan seksual, dan kejahatan kekerasan seksual lainnya.
(obs)