Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang gugatan pemberian izin proyek reklamasi pantai Pulau G, Jakarta, kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hari ini, Kamis (12/11).
Pada sidang ini, pihak penggugat yaitu lima orang nelayan, Ormas Kiara dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) memberikan tanggapan atas jawaban tergugat, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Kuasa hukum penggugat yang diwakili pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhamad Isnur menyatakan, menolak semua jawaban tergugat. Dia meyakinkan bahwa pihaknya bisa membuktikan semua gugatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menolak semua jawaban dari tergugat gubernur," kata Isnur saat ditemui usai sidang di PTUN, Jakarta Timur.
Pada sidang sebelumnya, tergugat menyatakan para penggugat tidak berhak mengajukan gugatan karena bukan merupakan badan hukum perdata. Tergugat juga menilai penggugat tidak mempunyai kepentingan atas penerbitan objek yang menjadi sengketa. Selain itu, gugatan tersebut dinilai telah kadaluwarsa.
Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta menyimpulkan, penerbitan Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera, sudah sesuai dengan pertauran undang-undang dan asas-asas pemerintahan yang baik.
Anggota tim kuasa hukum penggugat, Ahmad Marthin Hadiwinata menjelaskan, nelayan merupakan pihak yang paling berkepentingan secara langsung. Selama ini ribuan nelayan mencari pencaharian dan tinggal selama puluhan tahun di lokasi reklamasi.
"Kalau dikatakan masyarakat itu tak berkepentingan, itu salah. Karena masyarakat wilayah akan terkena dampak secara langsung, seperti tangkapan mereka mulai berkurang, mereka susah melaut, dan sama saja menutup mata pencaharian mereka," ujar Marthin.
Dia juga mempersoalkan kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memberikan izin reklamasi pantai Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera, lewat Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 2.238 Tahun 2014.
Menurutnya, pemberian izin itu kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini ketentuan dari lintas kementerian yang berkepentingan. Pihaknya meminta agar tergugat taat pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012, tentang tata urutan peraturan perundang-undangan.
Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta Timur Ujang Abdullah yang memimpin sidang, mengabulkan salah satu pengembang untuk menjadi saksi intervensi, yaitu perwakilan dari Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan Agung Podomoro Group.
Persidangan berikutnya akan dilanjutkan pada Kamis 19 November 2015 dengan agenda duplik.
(rdk)