Jakarta, CNN Indonesia -- Ibu Kota DKI Jakarta dinilai belum berhasil masuk ke dalam sepuluh besar kota dengan tingkat toleransi tertinggi di Indonesia. Hal tersebut berdasarkan hasil riset dari lembaga swadaya masyarakat SETARA Institute.
Riset SETARA Institute menempatkan Jakarta pada peringkat ke-65 dari 94 kota toleran se-Indonesia. Berdasarkan hasil tersebut, Jakarta berada di posisi tengah.
Direktur SETARA Institute, Ismail Hasani menyatakan Jakarta mendapatkan nilai 3,05 atau masuk ke dalam indikator sedang. Dalam arti lain, Jakarta belum berhasil masuk ke dalam sepuluh besar kota dengan tingkat toleransi tertinggi di Indonesia.
Ismail menyebutkan, salah satu faktornya adalah masih banyak peristiwa intoleransi terjadi di Jakarta, seperti pelarangan dan gangguan terhadap tempat ibadah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Jakarta secara faktual masih terdapat tempat ibadah yang mengalami gangguan. Kalau skor kecil ini, sekali lagi saya katakan disumbang empat variabel," kata Ismail di kawasan Jakarta Pusat, Senin (16/11).
Riset SETARA Institute menggunakan empat variabel pengukuran yang digunakan untuk melakukan penilaian, diantaranya yaitu; pertama, regulasi pemerintah yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Peraturan Daerah Diskriminatif. Kedua adalah tindakan pemerintah.
Sedangkan yang ketiga, soal regulasi sosial atau peristiwa, dan terakhir adalah demografi agama. Hal ini dinilai berdasarkan skala 1-7, dimana 1 untuk nilai terbaik atau paling toleran, dan 7 nilai terburuk atau paling intoleran.
Ismail menyatakan, Jakarta bisa saja mendapat skor yang baik dalam Peraturan Daerah, namun dalam peristiwa, Jakarta memperoleh skor yang buruk, sehingga ketika diakumulasi dengan bilangan yang sama, akan menghasilkan skor kecil.
"Selain peristiwa, di Jakarta adalah ibu kota, tempat dimana segala kekuatan politik berkontestasi," kata Ismail.
Menurutnya, hal itu ditunjukan dengan Jakarta sebagai tempat berdemonstrasi yang menyampaikan sikap intoleran, seperti anti Ahmadiyah, anti kristenisasi atau semacamnya. Jakarta digunakan sebagai medium penyampaian pendapat karena lokasi yang dekat dengan para pengambil kebijakan.
Dengan demikian, Ismail menuturkan khusus untuk Jakarta, perlu dilakukan riset secara khusus karena banyak faktor lain di luar variabel yang telah dirumuskan. Ia pun menegaskan kembali bahwa Jakarta cenderung lebih menitikberatkan kepada peristiwa yang menyebabkan indikator toleransinya masuk ke dalam kategori sedang.
"Kalau mengacu kepada skor, untuk Jakarta kontribusi terbesar pada peristiwa, artinya, bukan tangan Gubernur yang menyebabkan skor ini buruk. Tapi kalau Gubernurnya tidak bertindak, bisa jadi menyebabkan skor ini buruk," kata Ismail.
Secara berurutan, hasil riset SETARA Institute menunjukan kota yang menduduki peringkat teratas tingkat toleransinya adalah, Pematang Siantar, Salatiga, Singkawang, Manado, Tual, Sibolga, Ambon, Sorong, Pontianak dan Palangkaraya.
Sedangkan, sepuluh kota yang mendapat predikat toleran terbawah, di antaranya, Bogor, Bekasi, Aceh, Tangerang, Depok, Bandung, Serang, Mataram, Sukabumi, Banjar dan Tasikmalaya.
(utd)