Jakarta, CNN Indonesia -- Setara Institute dan Jaringan Paralegal Indonesia menemukan sejumlah masalah dalam penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satunya ketersediaan perangkat akuntabilitas sosial pembangunan desa.
Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengatakan Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri yang bertugas menjalankan UU tersebut masih disibukkan oleh penyusunan struktur kelembagaan dan perangkat peraturan operasional pembangunan desa.
"Hingga satu tahun bekerja, fokus utama pemerintah masih terbatas pada bagaimana memastikan dana desa Rp20,76 triliun bisa tersalurkan," kata Ismail saat konferensi pers di kantor Setara Institute, Jakarta, Kamis (29/10).
Berdasarkan hasil riset kualitatif yang dilakukan kedua lembaga itu pada Agustus hingga Oktober 2015, tidak ditemukan pendamping lokal desa yang sudah mulai bekerja. Riset itu dilakukan di Kabupaten Pringsewu (Lampung), Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah), dan Kabupaten Kulonprogo (DIY).
Ismail mengatakan pemerintah cenderung mengabaikan potensi desa yang nilai asetnya melampaui jumlah dana desa. "Akibatnya urusan desa hanya soal dana tersebut," kata Ismail.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal menurutnya, selain besarnya nilai pembangunan desa, penguatan demokrasi dan tata kelola pemerintahan desa, serta penguatan badan permusyawaratan desa (BPD) juga menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan desa.
Pemerintah juga dinilai abai dalam menyediakan perangkat untuk memastikan dana desa digunakan secara tepat guna. Ismail mengatakan, pemerintah hanya menyediakan regulasi tetapi belum serius meningkatkan kapasitas antikorupsi, perencanaan, tata kelola aspirasi dan partisipasi publik, kapasitas pembentukan peraturan desa yang kondusif bagi pembangunan desa.
"Satu tahun berjalan, implementasi UU Desa dijalankan tanpa akuntabilitas yang memadai," ujarnya.
Dia melanjutkan, akuntabilitas sosial berfokus pada upaya penguatan tata kelola desa yang partisipatif dan inklusif. Selain untuk ketersediaan ruang bagi masyarakat dan kelompok kritis, akuntabilitas tersebut juga untuk memastikan isu hak dan keadilan menjadi arus utama dasar penyelenggaraan pembangunan.
(utd)