Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPR Setya Novanto dituding telah melanggar kode etik sebagai anggota parlemen setelah mengaku bertemu dengan petinggi PT Freeport Indonesia Juni lalu. Atas pelanggaran yang diduga telah dilakukan, Setya Novanto pun diminta berbesar hati untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pemimpin DPR periode 2014-2019.
Menurut Rohaniawan Romo Benny Susetyo, kode etik sebagai pimpinan DPR tidak bisa lepas dari diri Setya Novanto selama ia menjadi Ketua lembaga perwakilan. Hal tersebut juga tidak bisa dikesampingkan saat dirinya bertemu dengan petinggi PT Freeport dan seorang pengusaha minyak dalam negeri beberapa bulan lalu.
"Etika itu perintah dan lebih tinggi dari hukum. Dalam etika politik, seseorang harus punya kredibilitas. Ketika politisi bertemu pengusaha maka itu sudah dilanggar karena bukan merupakan kompetensinya," ujar Romo Benny di Jakarta, Kamis (19/11).
Saat ini masyarakat dinilai sudah memandang buruk perilaku Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Imbasnya, lembaga perwakilan rakyat itu pun juga dipandang buruk oleh masyarakat karena perilaku Ketuanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika sanksi berat tidak diberikan kepada Setya Novanto, citra DPR akan semakin tercoreng di masa mendatang. Keberadaan DPR sebagai lembaga perwakilan pun akan berada di batas 'antara ada dan tiada'.
"Kalau seseorang itu punya rasa malu, maka harusnya dia mengundurkan diri. Kalau mau menerima pengusaha itu harusnya di gedung DPR, karena posisinya ia sebagai Ketua DPR," kata Romo Benny.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Senin (16/11) lalu mendatangi MKD untuk melaporkan anggota parlemen yang disebut mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Dalam laporannya, dia menyertakan lampiran transkripsi percakapan yang dilakukan antara SN (Setya Novanto), R, dan MS di suatu hotel kawasan Jakarta Selatan.
Pertemuan antara oknum anggota dewan, pengusaha, dan pimpinan Freeport dilakukan lebih dari tiga kali. Laporan Sudirman lebih merinci pertemuan ketiga yang dilakukan pada Senin 8 Juni 2015, sekitar pukul 14.00-16.00 WIB, bertempat di suatu hotel di kawasan Pacific Place SCBD, Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan, anggota DPR tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak Freeport, dan meminta agar Freeport memberikan saham yang disebut-sebut akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
(pit/pit)