Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim pemerintah Republik Indonesia telah mengambil kebijakan tepat soal Papua, termasuk dengan memberikan grasi dan remisi kepada para tahanan politik.
“Apa yang dilakukan pemerintah sekarang sudah
on track. Kurangnya di sana-sini bisa diperbaiki, termasuk soal keadilan di Papua,” kata Luhut kepada CNN Indonesia di Kantor Kemenkopohukam, Jakarta, Kamis (19/11).
Soal kekecewaan yang dikemukakan tahanan eks tahanan politik Filep Karma dan Panglima Organisasi Papua Merdeka Wilayah Perbatasan Lambert Pekikir terhadap pemerintah RI, ditanggapi Luhut dengan santai. (Simak Fokus:
Lelaki Ini Bernama Filep Karma)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Memangnya penduduk Papua dia (Filep) saja? Memangnya dia mewakili semua penduduk Papua? Kan enggak,” ujar Luhut.
Sebelumnya, Filep menyatakan banyak sekali kepentingan yang saling bertabrakan di Papua dan karenanya mengorbankan rakyat Bumi Cenderawasih. Hal tersebut membuat Filep menyampaikan pesan kepada Jokowi.
“Pesan terakhir saya mungkin, saya menawarkan kepada Pak Jokowi, kalau memang Papua tidak bisa dipertahankan lagi, silakan Jokowi mempersiapkan Papua merdeka, seperti Inggris bisa mempersiapkan Brunei merdeka. Apa salahnya Indonesia membanggakan kepada dunia sebagai negara demokrasi yang mempersiapkan Papua merdeka?” kata Filep.
Senada, dalam kesempatan terpisah Lambert berpendapat pemerintah RI tak serius menyelesaikan konflik di Papua.
“Indonesia tidak membuka ruang dialog. Oleh sebab itu saya mau tanya ke pemerintah: kenapa pemerintah Indonesia mesti takut duduk bersama untuk bicara? Dengan Gerakan Aceh Merdeka, Indonesia bisa menghasilkan keputusan Helsinki untuk menyelesaikan konflik di Aceh, tapi kenapa dengan Papua tida,” kata Lambert.
September kemarin, Lambert menuding pemerintah RI tak menindaklanjuti hasil pertemuan di Jakarta pada Desember 2014 dengan 13 perwakilan kabupaten dan kota di Papua untuk menggelar dialog.
Sejak akhir Desember itu hingga September 2015, ujar Lambert, tak ada utusan pemerintah pusat datang ke Papua untuk duduk satu meja bersama rakyat Papua dialog. Padahal jalan damai itu, kata Lambert, telah disepakati dalam pertemuan yang dihadiri Tedjo Edhy Purdijatno yang ketika itu menjabat Menkopolhukam, Marciano Norman yang kala itu Kepala Badan Intelijen Negara,dan Andi Widjojanto yang saat itu Sekretaris Kabinet.
Apapun, tegas Lambert, Organisasi Papua Merdeka tetap satu tujuan, yakni memperjuangkan kebebasan dan kedaulatan rakyat Papua.
Terhadap tuduhan pemerintah tak melanjutkan jalan damai itu, Luhut membantah. Ia menyebut pemerintah RI mengirim utusan ke Papua. Dia juga tak khawatir dengan separatisme Papua yang bagi sebagian orang bak api dalam sekam.
“Kami selesaikan rusuh Tolikara. Kami (pemerintah pusat) jalan ke sana. Apa yang mau dipermasalahkan soal separatisme? Mungkin ada (benih separatisme) dari luar, tapi dari dalam kami tak melihat peluang itu,” kata Luhut.
Ia menyebut masyarakat tak bisa selalu menyalahkan pemerintah Papua atas berbagai persoalan yang ada di pulau paling timur Indonesia itu. Pemimpin-pemimpin daerah setempat, ujar Luhut, juga harus bertanggung jawab.
“Pemimpin-pemimpin daerah harus disiplin, harus lebih banyak tinggal di Papua. Selama ini mereka 60-70 persen berada di luar,” kata Luhut.
(agk)