Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia Arie Wibowo memiliki pandangan berbeda dengan Komisaris Utama PTDI yang juga Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna. Jika Agus memilih AgustaWestland AW101 buatan Italia-Inggris sebagai helikopter untuk
very very important person (VVIP), Arie merekomendasikan Eurocopter EC725 yang sebagian badannya diproduksi oleh PTDI.
"Helikopter EC725 sangat direkomendasikan bagi VVIP, yakni Presiden dan Wakil Presiden, dan lebih unggul dibanding buatan Italia," ujar Arie saat memamerkan EC725 di hanggar PTDI, Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/11). (Simak Fokus:
HELIKOPTER UNTUK PRESIDEN)
Sebanyak 20 persen bagian EC725 merupakan buatan lokal PTDI. EC725 didesain sebagai helikopter antipeluru, terutama pada badan samping dan bawah. Helikopter dengan lisensi Eurocopter –sekarang disebut Airbus Helicopters– yang bermarkas di Perancis ini merupakan pengembangan dari Super Puma.
Helikopter EC725 digunakan sebagai helikopter taktis jarak jauh untuk keperluan militer. “Kaca memang tidak antipeluru. Yang antipeluru bagian bawahnya karena helikopter cenderung ditembak dari bagian bawah, termasuk bagian samping dan tangki bahan bakar,” kata Arie.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika EC725 terpilih sebagai helikopter VVIP, ujar Arie, tinggal dilakukan penyesuaian atau
customization dengan mengganti kursi menjadi sofa, dan membentuk dapur kecil di bagian belakang helikopter.
Yang jelas, ujar Arie, EC725 lebih murah ketimbang AW101. “Jika terjadi '
engine failure', EC725 secara otomatis akan mengaktifkan
autopilot untuk membantu stabilisasi helikopter. EC725 juga telah dilengkapi perahu karet dan
forward looking infrared atau FLIR," kata dia.
Arie mengklaim, dari segi rahasia keamanan negara, pengadaan helikopter VVIP oleh PTDI jauh lebih aman daripada membeli dari Italia.
Ucapan Arie ini jauh berbeda dengan Komisaris Utama PTDI Marsekal Agus Supriatna yang menegaskan lebih memilih AgustaWestland AW101 untuk helikopter VVIP. Helikopter itu bahkan telah dipesan TNI AU sejak Juni 2014 dan kini memasuki perakitan tahap akhir di Italia sebelum tahun depan dikirim ke Indonesia.
“Saya Komisaris Utama PTDI, tahu betul kenapa saya beli ini (AW101). Saya tahu pengoperasian pesawat dan bagaimana cara mencari segala sesuatu terkaitnya seperti
spare part (suku cadang). Saya pilih ini karena sudah dikaji. Kami (TNI) mencari yang terbaik,” kata Agus di Jakarta, kemarin.
Salah satu alasan TNI memilih AW101 ialah karena kelebihan pada baling-balingnya. “Kalau beli helikopter, harus lihat baling-balingnya. Karena jika helikopter digunakan untuk ke daerah-daerah bencana, terutama di perkampungan, bayangkan kalau baling-balingnya besar, bisa terbang semua (benda-benda). Nah, dari situ terlihat yang baling-balingnya paling kecil dan halus AW101," ujar Agus.
Agus juga menjamin keamanan AW101. Ia menekankan akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada VVIP yang nantinya menumpang helikopter tersebut.
Satu unit AW101, menurut anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin, berharga sekitar US$55 juta atau Rp752 miliar lebih. Ini dinilai terlalu mahal oleh Komisi I yang mendukung TNI memilih Eurocopter buatan PTDI.
(antara)