Komisi I: Helikopter VVIP TNI Program Sekretariat Negara

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Rabu, 25 Nov 2015 08:47 WIB
Komisi Pertahanan DPR mengatakan tak terlibat pembahasan pengadaan helikopter AW101 untuk VVIP. Mereka bilang, itu sepenuhnya urusan Sekretariat Negara.
Ilustrasi. AgustaWestland Wildcat HMA. (REUTERS/Darrin Zammit)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi I Bidang Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq menyatakan komisinya tidak membahas pengadaan helikopter AgustaWestland AW101 yang ditujukan sebagai kendaraan operasional very very important person (VVIP). AW101 telah dipesan Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia dari perusahaan gabungan Italia-Inggris.
“Rencana pembelian helikopter VVIP untuk kepresidenan itu programnya Sekretariat Negara. Jadi tidak pernah dibahas oleh Komisi I karena itu bukan program Kementerian Pertahanan dan TNI," kata Mahfudz di Jakarta, Rabu (25/11). (Simak Fokus: HELIKOPTER UNTUK PRESIDEN)

Politikus Partai Keadilan Sejahtera yang menjabat Ketua Komisi I untuk periode keduanya itu mengatakan meski pengoperasian helikopter VVIP ada di tangan TNI AU, soal pengadaan helikopter sepenuhnya menjadi urusan Sekretariat Negara.

“Anggaran helikopter kepresidenan itu ada di Sekretariat Negara,” ujar Mahfudz. Ucapan ini secara terpisah diamini oleh anggota Komisi I Tubagus Hasanuddin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Proses pembelian helikopter kepresidenan pada prinsipnya diajukan dan diproses oleh Sekretariat Negara setelah meminta saran dan pendapat dari TNI AU,” kata dia.

Menurut mantan perwira tinggi TNI Angkatan Darat itu, Sekretariat Negara kemudian menggunakan anggaran 2016 untuk membeli helikopter setelah mendapat saran dari TNI AU.

“Pembelian helikopter direncanakan Sekretariat Negara, dibahas di Komisi II yang jadi mitra kerja Setneg, dan dibeli dengan uang dari Setneg. Prosedurnya sudah benar seperti itu,” ujar Hasanuddin.

Komisi I, kata Hasanuddin, sesuai Undang-Undang memang tidak terlibat dalam program kerja Sektretariat Negara. Namun kemudian Hasanuddin kecewa dengan pilihan pemerintah membeli helikopter AgustaWestland AW101 yang menurutnya tergolong mahal.
Namun Hasanudidn enggan menyalahkan Presiden. “Presiden tidak ikut memilih helikopter. Para stafnya tidak cermat. Mestinya kaji ulang pembelian itu,” kata dia sembari menyodorkan helikopter Eurocopter EC225 produksi PT Dirgantara Indonesia yang memiliki harga lebih terjangkau.

Simpang siur anggaran

Keterangan Komisi I ini bertentangan dengan pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pekan lalu. Saat itu Gatot mengatakan helikopter VVIP bukan pengadaan Sekretariat Negara.

“Saya tegaskan, pengadaan helikopter VVIP bukan oleh Sekretariat Negara, tapi oleh TNI AU. Jangan dipikir ini request Bapak Presiden,” kata Gatot.
Menanggapi pernyataan Gatot itu, Mahfudz menjelaskan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, DPR tak pernah lagi membahas anggaran hingga ke satuan tiga. Maka kementerian atau lembaga yang membahas anggaran dengan parlemen tidak melakukan pembahasan secara rinci, termasuk dalam hal pengadaan helikopter.

“Jadi yang simpang siur sekarang adalah apakah helikopter presiden ini memakai anggaran Sekretariat Negara atau Kementerian Pertahanan. Itu yang mungkin,” ujar Mahfudz.
Pekan lalu, Gatot mengatakan Presiden dan Wakil Presiden memerlukan helikopter antipeluru demi keamanan mobilitas kedua pemimpin tertinggi RI itu, termasuk jika bepergian ke daerah-daerah dengan akses sulit yang mengandalkan transportasi udara.

“Helikopter untuk presiden selama ini Super Puma. Tapi itu sesungguhnya bukan untuk VVIP karena tak antipeluru. Kami perlu yang memang untuk VVIP,” kata Gatot.

Meski demikian TNI menegaskan helikopter VVIP bukan hanya untuk Presiden Jokowi, tapi juga untuk para pejabat tinggi negara, termasuk tamu negara selevel presiden dan wakil presiden.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER