Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, ketiadaan unsur jaksa dalam daftar nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah.
Meski demikian, eksekutif tetap meyakini bahwa Panitia Seleksi (Pansel) telah bekerja dengan kredibilitas yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Tidak ada unsur jaksa dan sebagainya memang menjadi catatan tersendiri, karena pengertian jaksa ataupun ahli hukum itu apakah harus seperti yang tertuang dalam hal tersebut," ujar politisi yang akrab disapa Pram itu di Gedung III Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (1/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara saat ini, sudah ada sepuluh nama calon komisioner yang diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga kewenangan pemilihan siapa saja yang pantas menduduki jabatan pimpinan lembaga antirasuah ada di tangan para anggota dewan.
"Saya meyakini independensi tim Pansel. Tidak mungkin kemudian ada titipan, macam-macam. Ini terlalu terori konspirasi saja. Tentu nanti pemerintah apakah akan melengkapi sesuai dengan hal yang diatur oleh UU adalah pemerntah yang akan mengaturnya," katanya.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berkomentar soal seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, perwakilan pimpinan dari unsur jaksa tidak diperlukan.
"Tidak ada dalam peraturan perundang-undangan harus ada jaksa. Itu yang saya tahu," kata Luhut di Jakarta, kemarin.
Saat ini, delapan nama calon pimpinan KPK sudah diserahkan ke Komisi III DPR RI. Namun proses menuju uji kepatutan dan kelayakan di tubuh parlemen dinilai alot. Pasalnya, Komisi Hukum DPR menilai panitia seleksi calon pimpinan KPK tidak menjalankan ketentuan sesuai Undang-Undang.
Menanggapi hal ini, Luhut mengatakan pemerintah menunggu hasil keputusan DPR. Komisi III DPR nantinya akan menyetor nama-nama calon pimpinan KPK yang lolos seleksi mereka ke Presiden usai menggelar uji kelayakan dan kepatutan.
"Sekarang bolanya ada di parlemen. Ya sudah tunggu DPR dulu," kata Luhut.
(pit)