Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru tadi siang membaca secara lengkap transkrip rekaman percakapan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dengan bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha minyak Riza Chalid soal pembahasan perpanjangan kontrak perusahaan tambah asal Amerika Serikat itu.
"Sebetulnya Presiden baca secara khidmat, full hari ini. Lengkapnya beliau baca kembali," ujar Teten di Ruang Wartawan Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (7/12).
Teten menuturkan, Presiden sebenarnya marah begitu selesai membaca transkrip rekaman tersebut tadi siang. Ia bercerita, Jokowi langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.
Namun, imbuh Teten, di hadapannya dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, sang kepala negara masih menahan diri agar tidak meluapkan amarahnya. Presiden akhirnya tak kuasa lagi membendung emosinya di hadapan awak media petang tadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi karena beliau (Presiden) baca (transkrip rekaman) langsung, lengkap, dan ekspresinya sama dengan apa yang disampaikan tadi. Dari siang sebenarnya Presiden menahan diri," ujarnya.
Teten pun bercerita bahwa Presiden mempertanyakan alasan sidang MKD yang menghadirkan Setya berlangsung tertutup, padahal dua sidang sebelumnya yang menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin berjalan secara terbuka.
"Kenapa kemarin waktu Sudirman Said dipanggil terbuka, lho sekarang yang diadukannya justru tertutup. Tapi saya kira kemarahan Presiden itu setelah Presiden membaca lengkap transkrip rekaman itu, memang Presiden marah luar biasa," katanya.
Ia menambahkan, "tadi kan sudah disampaikan bahwa 'Presiden gila, koppig' itu sudah sering lah Presiden dihina seperti itu dan Presiden tidak pernah menunjukkan kemarahannya. Tapi ketika dicatut namanya, dikaitkan dengan pembicaraan pembagian saham, Presiden marah luar biasa, karena ini kan menyangkut dengan nilai, soal etika, moralitas, wibawa pemerintahan, wibawa negara."
Terkait nama-nama menteri yang disebutkan di dalam rekaman, Teten memastikan bahwa Jokowi tidak pernah meminta siapa pun dalam Kabinet Kerja untuk menjadi operator Presiden untuk berhubungan dengan bisnis dan lainnya.
(bag)