Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Hanura, Sarifuddin Sudding, menghadap ke ketua umum partainya, Wiranto, sehari menjelang MKD mengeluarkan keputusan terkait perkara dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR Setya Novanto.
“Saya dipanggil Pak Wiranto. Sekarang akan menghadap,” kata Sarifuddin kepada CNN Indonesia, Selasa (15/12). Dia adalah satu-satunya legislator Hanura di MKD.
Hanura mengisyaratkan bakal memberikan sanksi sedang kepada Setya Novanto. Meski masuk kategori sedang, sanksi tersebut bisa berujung pencopotan jabatan Setya sebagai Ketua DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara sanksi berat, menurut Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana, baru diberikan jika anggota DPR terkait telah berstatus terdakwa atau terpidana dalam proses hukumnya.
Menanti proses hukum atas Setya Novanto di Kejaksaan Agung, kata Dadang, bukan pilihan bagus bagi DPR. “Itu akan membat DPR menjadi bulan-bulanan dan tidak punya wibawa,” ujarnya.
Saat ini Setya pun diusut Kejaksaan dalam dugaan perkara pemufakatan jahat. Dia diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham PT Freeport Indonesia, sebagai kompensasi atas niatnya membantu meloloskan perpanjangan kontrak karya Freeport di Indonesia.
“Jadi sanksi berat tidak bisa langsung diambil MKD karena teradu (Setya) bisa menggugat ke pengadilan,” kata Dadang.
Paling masuk akal bagi Hanura adalah memberikan sanksi sedang.
Sebelumnya, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang juga mengatakan berniat memberi sanksi sedang untuk Setya Novanto.
Politikus PDIP itu berkata, Setya tidak mungkin dikenai sanksi ringan karena sebelumnya dia telah disanksi ringan dalam perkara etik soal pertemuan dia dengan bakal calon Presiden AS Donald Trump.
“Tidak boleh dua kali melakukan pelanggaran mendapat sanksi ringan. Harus akumulasi. Jadi sudah masuk ke pelanggaran sedang: pencopotan dari pimpinan DPR,” ujar Junimart.
(agk)