Jakarta, CNN Indonesia -- Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irjen Pol Basaria Panjaitan, menilai surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 tidak perlu dimiliki KPK.
Pernyataan Basaria itu menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR RI Junimart Girsang saat uji kelayakan dan kepatutan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/12). Dia menyampaikan, proses penyelidikan dan penyidikan di KPK berbeda dengan yang dilakukan kepolisan dan kejaksaan.
Dalam proses ini, KPK perlu mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status perkara dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Sedangkan di kepolisian proses penemuan dua alat bukti yang cukup bisa dilakukan di tahap penyidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lidik agak berbeda dengan KPK, kalau di KPK dua alat bukti masuk penyidikan, kalau di polisi itu sudah P21 (lengkap). Jadi, tak mungkin ada SP3 di KPK," kata Basaria.
Jika dua alat bukti telah terkumpul, tambahnya, berkas perkara yang ditangani penyidik baru dapat dinyatakan lengkap. Perkara pun siap dilimpahkan ke kejaksaan.
"Kalau sudah demikian, sebenarnya KPK memang tidak perlu wewenang SP3," ujarnya.
Basaria menegaskan, alat bukti yang diperoleh KPK harus berasal dari sumber yang valid. Bukti itu yang menjadi dasar dalam menentukan tersangka. Jika alat bukti telah lengkap, maka proses berikutnya pembuktian sesuai dengan Pasal 183 KUHAP.
"Jadi wewenang SP3 kalau sudah begini tidak boleh diberikan kepada KPK," kata Basaria.
Basariah adalah satu-satunya wanita yang lolos sebagai capim KPK. DPR akan menggelar rapat pleno untuk memutuskan pimpinan KPK periode mendatang pada Kamis (17/12).
(pit)