Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat ada dua produk hukum yang berpotensi membatasi kebebasan kerja jurnalis di Indonesia. Dua peraturan tersebut adalah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Berdasarkan catatan LBH Pers, terdapat 68 pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kebebasan jurnalis ke depannya.
"Ada ancaman pidana yang besar, baik denda maupun kurungan, pencabutan praktek profesi, dan akumulasi pidana dengan denda serta kurungan penjara dalam RKUHP yang masih dibahas. Kami sudah keluarkan tinjauan kritis terhadap RKUHP tersebut," ujar Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (22/12).
LBH Pers dalam hal UU ITE mendesak agar DPR segera memasukan pembahasan revisi undang-undang tersebut ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Revisi diperlukan karena terdapat beberapa pasal dalam UU ITE yang dianggap mengancam kebebasan jurnalis di Indonesia. Salah satu pasal yang dipermasalahkan oleh LBH Pers adalah pasal 27 dalam UU ITE.
Pasal 27 UU ITE memuat beberapa perbuatan terkait teknologi elektronik yang dilarang. Ayat pertama pasal tersebut menyebutkan larangan untuk "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Sementara ayat kedua Pasal 27 UU ITE melarang "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian."
Ayat ketiga pasal tersebut mengatur larangan terhadap "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau men Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Terakhir, ayat keempat pasal tersebut juga melarang "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman."
Kementerian Komunikasi dan Informasi hingga saat ini memang telah merevisi hukuman bagi pelanggar pasal 27 UU ITE. Namun, Nawawi berharap penghapusan pasal tersebut secara utuh dapat dilakukan tahun depan.
"Hingga saat ini Pemerintah melalui Kominfo hanya bersedia merevisi ancaman sanksi pidana, yang sebelumnya diancam 6 tahun penjara kemudian diturunkan menjadi 4 tahun penjara. Tapi Pemerintah gagal menepati janji untuk merevisi total UU ITE pada tahun ini," katanya.
(bag)