Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah diminta segera membekukan yayasan yang terbukti terlibat dalam pendanaan terorisme karena sangat bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
"Yayasan yang dianggap nakal dan menyalahgunakan izin tersebut, harus dihapus dan tidak dibenarkan lagi melaksanakan aktivitas di masyarakat," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Budiman Ginting di Medan, Kamis.
Selain itu, menurut dia, pengurus dan penanggung jawab yayasan tersebut juga harus diusut untuk mengetahui sumber dana untuk kegiatan terorisme. "Kemudian, pihak ketiga (penyandang dana) yang ikut memberikan bantuan dana terhadap terorisme dan kemungkinan keterlibatan negara-negara asing," ujar Budiman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebutkan, yayasan yang melakukan praktik pendanaan terhadap kelompok terorisme itu adalah perbuatan yang dilarang dan ditakuti pemerintah.
Sebab, tindakan tersebut termasuk mengancam keamanan suatu negara, dan juga dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karena itu, Polri dan aparat keamanan terkait lainnya tidak boleh membiarkan kasus tersebut karena memiliki risiko tinggi.
"Memang aktivitas terorisme itu, mulanya kecil dan lambat-laun akan semakin besar, serta sulit dibendung aparat keamanan, karena telah mengakar cukup kuat, dan pengikutnya cukup banyak di berbagai daerah," kata Pembantu I Dekan Fakultas Hukum USU itu.
Budiman menambahkan, pemerintah harus lebih selektif lagi dalam pemberian izin pendirian yayasan, karena dapat disalahgunakan untuk kegiatan negatif, seperti terorisme, narkoba, dan pengoperasian uang hasil korupsi.
"Kami tidak ingin yayasan untuk kepentingan pendidikan, sosial, dan kemanusian dijadikan kedok oleh segelintir orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Perbuatan seperti ini juga akan merugikan negara," kata Guru Besar Tetap Fakultas Hukum USU itu.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengidentifikasi modus pendanaan terorisme yang berisiko tinggi yakni menggunakan pendanaan dalam negeri melalui sumbangan ke yayasan.
"Kebanyakan mereka menggunakan wadah yayasan, sedangkan ada 130.000 yayasan di Indonesia," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf, Jakarta.
Menurut dia, modus pendanaan melalui yayasan dilakukan dengan berbagai latar belakang seperti untuk kegiatan keagamaan, pendidikan, dan sosial.
Muhammad Yusuf mengatakan terdapat sembilan wilayah yang berisiko tinggi terjadinya tindak pidana pendanaan terorisme yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darusalam, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
(antara/sip)