Kementerian LHK Dikritik Soal Gugatan Anak Usaha Sinar Mas

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Jumat, 01 Jan 2016 20:13 WIB
Dalam persidangan, saksi ahli menyatakan kebakaran hutan di lahan gambut BMH seluas 20.000 hektare perlu biaya setidaknya Rp7 triliun untuk dapat dipulihkan.
Petugas pemadam kebakaran dibantu personil TNI dan Polri berusaha memadamkan lahan gambut yang terbakar di Rimbo Panjang, Kampar, Riau, Sabtu (5/9). (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas penolakan gugatan perdata terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) terkait kebakaran hutan di Sumatra Selatan.

Manajer Hukum dan Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI Muhnur Satyahaprabu menyatakan, pihaknya menilai KLHK tidak mempersoalkan proses peradilan yang tidak dipimpin oleh hakim bersertifikasi lingkungan.

"Padahal kasus-kasus lingkungan hidup adalah kasus yang luar biasa, sehingga memerlukan pemahaman yang baik terhadap peraturan perundangan terkait lingkungan hidup," ujarnya dalam pernyataan tertulis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mendesak KLHK agar melakukan upaya hukum lain seperti mencabut izin BMH dan bukan hanya membekukannya. Terlebih pada tahun ini, kembali ditemukan banyak titik api di lokasi perusahaan tersebut.

Dalam persidangan, saksi ahli juga telah menyatakan kebakaran hutan di lahan gambut BMH seluas 20.000 hektare perlu biaya setidaknya Rp7 triliun untuk dapat dipulihkan.

"Keterangan ahli Prof Bambang Hero menjelaskan dengan baik bagaimana dampak kebakaran hutan dan lahan, apalagi yang terjadi di lahan gambut," kata Muhnur.

Karena itu, dia menyesalkan putusan hakim Pengadilan Negeri Palembang karena tidak berdasarkan pada fakta dan bukti keterangan tersebut.

(Baca: Kementerian: Ada 421 Titik Api di Lahan Milik Korporasi)

Secara terpisah, Direktur Walhi Sumatra Selatan Hadi Jatmiko mengatakan, putusan ini adalah bukti dari ketidakseriusan negara dalam menindak pelaku perusakan lingkungan hidup.

"Ini sebuah kemunduran yang sangat jauh dari apa yang seharusnya dilakukan unsur-unsur penyelaenggara negara, termasuk lembaga yudikatif," kata Hadi.

Dia menjelaskan, Pasal 49 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan tegas mengatakan "pemegang hak atau izin bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya."

"Entah apa yang ada di pikiran para hakim sehingga membebaskan PT BMH dari tuntutan penggugat," kata Hadi.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berniat untuk mengajukan banding setelah gugatan sebesar Rp7,9 triliun itu ditolak.

Pramono menyampaikan, pemerintah menghormati apapun proses hukum yang tengah berlangsung, karena hal itu merupakan bagian dari kesepakatan seluruh komponen negara untuk tidak mengintervensi bidang hukum.

"Nah kemudian, hasil keputusan itu, pemerintah, dalam hal ini KLHK, akan banding. Itu adalah langkah berikutnya. Tetapi yang jelas, itu kami akan kaji, pelajari," ujarnya.

Selain itu, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar telah menyatakan prihatin atas putusan yang diambil PN Palembang. Meski demikian, ia menghormati putusan tersebut dengan menghargai pertimbangan para hakim dan kerja keras seluruh pihak yang terlibat dalam proses pencarian keadilan secara perdata ini.

Sidang yang dipimpin oleh Parlas Nababan sebagai hakim ketua dengan Eliawati dan Saiman sebagai hakim anggota menolak seluruh dalil gugatan KLHK. Dalam pertimbangan putusannya, Pengadilan Negeri Palembang menyatakan bahwa benar telah terjadi kebakaran hutan di lahan milik BMH, tapi tidak menimbulkan kerugian ekologi atau kerusakan lingkungan.

Menurut majelis hakim, tidak ada kausalitas antara kebakaran hutan dan pembukaan lahan sehingga kesengajaan melakukan pembakaran tidak terbukti. Majelis juga menjatuhkan hukuman kepada KLHK untuk membayar biaya perkara sebesar Rp10 juta. (rdk/rdk)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER