Jakarta, CNN Indonesia -- Asia Pulp & Paper (APP), anak usaha PT Sinar Mas yang memproduksi bubur kayu dan kertas, mengakui kesulitan menjaga lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik mereka seluas satu juta hektare di Sumatra dan Kalimantan.
Namun APP menampik tuduhan menyebabkan kebakaran hutan. Sebagian besar kasus kebakaran hutan, kata Direktur APP Suhendra Wiriadinata, disebabkan oleh individu yang membuka atau membersihkan lahan untuk berbagai keperluan seperti pertanian dan perkebunan.
Membakar pohon untuk membuka lahan dianggap sebagai cara yang murah dan cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tidak mungkin bagi kami memonitor seluruh area dalam waktu bersamaan,” kata Suhendra kepada CNN Indonesia.
Menurut Suhendra, lahan APP seluas satu juta hektare itu dikelola para pemasok kayu APP yang kemudian mengolahnya menjadi bubur kayu dan kertas.
Produk-produk APP diboikot supermarket di Singapura karena perusahaan itu diduga terlibat pembakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan yang mengakibatkan asapnya menyebar hingga ke Negeri Singa.
The Straits Times melaporkan, supermarket-supermarket besar di Singapura seperti FairPrice dan Sheng Siong menurunkan semua produk APP dari lemari dagangan mereka setelah Dewan Lingkungan Hidup Singapura (SEC) menangguhkan sementara label hijau untuk produk APP sampai proses penyelidikan kebakaran hutan di Sumatra rampung dan hasilnya diumumkan.
FairPrice dan 16 supermarket lain diminta SEC menandatangani deklarasi untuk tak menjual produk dari lima perusahaan terkait kebakaran hutan di Indonesia. Selain APP, empat lainnya adalah Rimba Hutani Mas, Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Bumi Sriwijaya Sentosa, dan Wachyuni Mandira.
Managing Director Sinar Mas, Gandi Sulistiyanto, Selasa (13/10), mengatakan aksi boikot tersebut merupakan peringatan bagi perusahaannya.
“Secara penjualan, tidak signifikan. Ini lebih ke masalah citra. Ini
warning serius bagi kami,” kata Gandi.
APP merupakan anak perusahaan besar Sinar Mas yang didirikan oleh konglomerat Eka Tjipta Widjaja. APP memulai usahanya pada 1972 sebagai perusahaan kimia bernama Tjiwi Kimia. Perusahaan tersebut memproduksi berbagai bahan kimia untuk keperluan industri kertas.
Bisnis Eka Tjipta itu makin berkembang hingga ia mendirikan pabrik kertas dengan kapasitas produksi awal 12 ribu ton per tahun.
Kini industri pengolahan kertas di China dan Indonesia di bawah bendera APP mampu memproduksi lebih dari 19 juta ton kertas dengan jenis bervariasi.
Investasi besarAnak perusahaan APP, PT Bumi Mekar Hijau, kini digugat perdata oleh pemerintah RI sebesar Rp7,8 triliun di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatra Selatan, karena diduga terkait pembakaran lahan.
Suhendra menyatakan, APP tidak mungkin membakar hutan karena perusahaannya tidak mendapat keuntungan apa pun dari pembakaran hutan.
“Hutan Tanaman Industri kami adalah sebuah investasi yang sangat besar, yang menjadi tumpuan operasi bisnis kami. Tidak ada alasan bagi APP atau pelaku industri kehutanan lainnya untuk secara sengaja merusak atau membakar sumber daya bisnis kami sendiri,” ujar Suhendra.
Suhendra mengatakan akan memutus kerja sama dengan pemasok yang terbukti bersalah melakukan pembakaran hutan.
Secara terpisah, Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Eka W Soegiri mengatakan pemerintah akan terus memantau proses penegakan hukum atas kasus perdata PT Bumi Mekar Hijau.
“Terakhir, kami memanggil saksi ahli untuk memperkuat gugatan dugaan pelanggaran yang dilakukan PT BMH. Kami tinggal menunggu putusan pengadilan, apakah benar bersalah atau tidak,” kata Eka.
PT BMH digugat perdata ke Pengadilan Negeri Palembang sejak 3 Februari 2015 oleh Kementerian LHK. Pada 2014, Kementerian menemukan dugaan pembakaran lahan di area seluas 20 ribu hektare milik BMH di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumtera Selatan.
Gugatan dilayangkan setelah Kementerian melakukan kalkulasi atas biaya perbaikan dan kerugian dari lahan yang terbakar. PT BMH diminta untuk mengganti biaya perbaikan lingkungan dan ganti rugi kerusakan kondisi alam kepada pemerintah.
(agk)